Kamis, 23 Mei 2024

Evaluasi Problem UNBK Bagi Keberagaman Kondisi Pendidikan di Indonesia

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Antara

Banyaknya siswa yang mengaku kesulitan mengerjakan soal UNBK tahun ini tidak serta merta mengevaluasi prestasi murid, tetapi juga proses pembelajaran guru di kelas dan kondisi pendidikan di berbagai daerah di Indonesia.

Hal itu seperti disampaikan Prof. Dr. Ahmad Muzakki kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (15/4/2018), bahwa pemerintah dianggap tidak adil jika menginginkan pencapaian yang tinggi tetapi pelaksaannya sendiri tidak berhasil.

“Kalau misal proses pembelajarannya tidak berdasar high model thinking, tidak dipersiapkan berfikir kritis dan nalar tinggi, saya kira sangat tidak fair. Sama dengan menyuruh anak saya ke Malang tanpa dikasih uang saku, lalu sampai Pandaan ada operasi suruh balik buat yang tidak bawa uang,” ujar Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur itu.

Ia juga menyangkan sikap pemerintah yang tidak menghiraukan keberagaman kondisi pendidikan di Indonesia. Sudah sepatutnya, menurut Ahmad, kasus pelaksanaan UNBK tahun ini menjadi pembelajaran bagi proses pembelajaran.

“Apalagi Indonesia ini tidak hanya Jakarta dan Surabaya, yang jauh dari kota-kota besar ini kan banyak. Kalau dengan keragaman yang tinggi, lalu kita melakukan penyeragaman dalam proses pelaksanaan evaluasi, ini kan tidak fair,” tambahnya.

Selain permasalahan keberagaman kondisi pendidikan, Prof Ahmad juga menyoroti bahwa tidak adanya sinkronisasi antara standar capaian murid dengan mutu tenaga pengajar.

Ia juga menyarankan agar proses UNBK tahun ini menjadi evaluasi penting. Tidak hanya mengevaluasi capaian para murid, tetapi juga proses pembelajaran yang diberikan oleh guru.

“UNBK ini bisa menjadi umpan balik yang baik untuk siswa dan capaian pembelajaran oleh guru. Jadi pemerintah tidak cukup untuk mengukur kemampuan siswa, tapi juga proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena apa yang dilakukan anak berdasarkan apa yang dilakukan oleh guru,” imbuhnya.

Selain itu, Ahmad juga mengimbau kepada pemerintah, agar penetapan kurikulum tidak menjadi ajang pencitraan personal. Ini mengingat sistem pendidikan Indonesia terlalu sibuk dengan perubahan kurikulum. Sementara di sisi lain, masih banyak daerah yang masih tertinggal jauh dan belum memenuhi syarat untuk memberlakukan kurikulum baru.

“Kita belajar dari pergantian kurikulum berbasis KTSP, K13, dan sebainya, tetapi di luar Jawa, KBK aja belum selesai. Memang keberagaman di Indonesia sangat tinggi, makanya jangan mudah ganti-ganti kurikulum, kita harus punya peta jalan yang jelas lalu semua harus mengikuti itu. Jangan sampai ganti pemimpin ganti kurikulum yang nantinya cuma jadi pencitraan personal,” kata Ahmad. (tna/den)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Kamis, 23 Mei 2024
25o
Kurs