Ludruk Kolaborasi Matahati Ingatkan Masyarakat Hilangnya Cinta Suci

Lakon Ludruk kolaborasi Matahati adalah adaptasi dari naskah drama berjudul King Lear yang ditulis William Shakespeare untuk mengingatkan masyarakat luas tentang hilangnya cinta suci di antara manusia.

Pentas Ludruk yang dijadwalkan tampil di gedung Cak Durasim kompleks Taman Budaya Jawa Timur pada Jumat (29/3/2019) ini adalah persembahan dari Jatim Harmoni dalam rangka 99 hari kerja Gubernur Jawa Timur.

Matahati, kata Heri Lentho, Kamis (28/3/2019), skenariografinya memang berkisah tentang seorang raja yang memiliki tiga puteri cantik dengan karakter serta sifat yang satu dan lainnya tidak sama dan berbeda.

Hingga pada suatu ketika sang raja bertanya pada puteri bungsunya tentang cinta. Sang puteri tidak mampu menjawab pertanyaan sang ayah tercintanya. Seakan kehabisan kata-kata untuk menjelaskan cinta yang diiinginkan sang raja.

Tetapi pada keseharian sang bungsu selalu penuh kasih sayang terhadap siapapun, bahkan kepada kedua saudara kandungnya yang selalu berhitung atas sikap kasih sayang yang dilakukan terhadap orang lain.

“Puncaknya adalah ketika sang bungsu ini belum mampu menyampaikan atau menjawab pertanyaan sang ayah tentang cinta, tetapi keburu mati. Pada konteks kekinian, saat ini banyak sekali perilaku kasih sayang, atau cinta itu sebagai kebutuhan untuk diperhitungkan dengan apapun. Cinta dihitung sebagai komoditas,” terang Heri Lentho.

Menampilkan para pemain Ludruk serta pelawak sepertti Kirun dan Agus Kuprit, lakon Matahati diharapkan membuka cakrawala baru bagi penontonnya tentang makna cinta yang belakangan mulai diwarnai kepentingan-kepentingan politis.

“Kalau biasanya kita kenal Kirun sebagai komedian, di Ludruk kolaborasi Matahati beliau akan bermain serius. Tetapi apakah serius versi komedian sama dengan serius versi teater? Tonton saja penampilan beliau besok malam,” kata Heri.(tok)