Kamis, 25 April 2024

Guru Besar Unair: People Power 1998 Turunkan Soeharto dan Naikkan Habibie Secara Konstitusi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Prof Dr. Drs Henri Subiakto SH, MSi, Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga Surabaya. Foto: Kominfo

Prof Dr. Drs Henri Subiakto SH, MSi, Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga Surabaya mengingatkan kembali tentang cita-cita pendiri bangsa melalui Boedi Oetomo, 111 tahun silam.

Menurutnya, para pendiri Boedi Oetomo mendirikan organisasi ini sebagai bentuk komitmen mewujudkan bayangan mereka akan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal di masa itu Indonesia masih berupa kerajaan dan masih jajahan Belanda.

“Setelah 111 tahun lalu kita berpikiran seperti itu, masak sekarang ada bibit-bibit pemikiran yang berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa, hanya karena persoalan Pemilu, hanya karena Pilpres. Itu, kan, sangat ironi,” ujarnya, Senin (20/5/2019).

“Presiden bisa berganti setiap lima tahun sekali, tapi Indonesia tidak boleh berganti atau terpecah belah apapun dan siapapun, kan?” Ujarnya kepada suarasurabaya.net usai mengikuti Tabur Bunga di Makam dr Soetomo, di Gedung Nasional Indonesia, Jalan Bubutan Surabaya.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI ini mengajak masyarakat Indonesia, di Harkitnas ini, untuk memperkuat rasa kebangsaan, nasionalisme, dan menjaga NKRI jangan sampai ada potensi perpecahan dalam hal apapun.

“TNI Polri menjaga secara fisik. Di tingkat yang ada di media sosial, secara non fisik, semua (masyarakat) harus menjaganya. Ancaman-ancaman berupa informasi yang ingin memprovokasi, ingin memecah belah indonesia, melanggar konstitusi, perlu kita jaga bahwa kebangsaan ini jangan sampai terancam,” katanya.

Kepada masyarakat yang saat ini mungkin sedang terpecah menjadi dua kubu pendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden, Henri mengingatkan agar mereka kembali pada komitmen demokrasi di mana selalu ada regulasi atau aturan yang berlaku.

“Ikuti aturan konstitusi. Segenap bangsa Indonesia harus menjaga konsitutusi, kalau ada perbedaan itu harus diselesaikan secara perundang-undangan juga. Apa, sih, buruknya kita beradu argumentasi, bukti, ataupun saksi, di pengadilan terbuka daripada adu massa atau adu otot, atau adu tuduhan?” Katanya.

Henri meminta semua pihak menyelesaikan perselisihan ini secara terbuka di hadapan lembaga yang independen, disaksikan seluruh rakyat Indonesia. Dia berharap, semua pihak mau menyelesaikan perselisihan itu sesuai dengan konstitusi.

“Kan sebenarnya, kita itu ribut sudah sering, tapi koridornya harus tetap koridor konstitusi. Contohnya begini. 1998 memang ada people power menurunkan Soeharto, tapi, kan, tidak serta-merta yang people power menjadi presiden. Yang jadi Presiden Pak Habibie. Artinya apa? Diselesaikan secara konsitusi. Konstitusinya, bahwa presiden harus diganti wakil presiden. Jadi begitu seharusnya, keributan apapun yang terjadi di negara ini harus diselesaikan secara konstitusi, bukan tanpa aturan,” ujarnya.(den/tin)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs