Jumat, 26 April 2024

Belum Ada Usulan PSBB yang Sampai ke Meja Khofifah

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Penutupan Jalan Tunjungan Surabaya di jam-jam tertentu sebagai upaya penerapan physical distancing atau jaga jarak fisik. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim menegaskan, belum ada tembusan surat pengajuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang sampai ke meja kerjanya, Minggu (5/4/2020).

Sebagaimana mekanisme yang termuat di Peraturan Pemerintah (PP) 21/2020 tentang PSBB, penerapan pembatasan sosial itu harus diawali usulan atau pengajuan dari gubernur/bupati/wali kota kepada Kementerian Kesehatan.

Khofifah mengatakan, seharusnya bupati atau wali kota di Jawa Timur yang akan mengajukan usulan PSBB ke Kemenkes tetap mengirimkan surat itu kepadanya sebagai Gubernur Jawa Timur. Minimal berupa surat tembusan.

“Surat itu masuk ke Sekda lalu masuk ke meja saya. Sejauh koordinasi sampai Maghrib tadi, belum ada kabupaten/kota yang tembusannya sampai ke Pemprov,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Negara Grahadi.

Khofifah meyakinkan, koordinasinya dengan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota sudah terjalin secara intensif dalam grup percakapan. Walaupun dia mengakui, ada kepala daerah yang kurang interaktif di grup itu.

“Ada satu dua yang kurang interaktif. Mungkin karena sibuk. Sehingga ada hal yang seharusnya bisa diskusikan secara digital jadi tidak maksimal,” katanya.

Mantan Menteri Sosial yang juga Ketua PP Muslimat itu berharap, kepala daerah tetap berkoordinasi soal usulan PSBB dengan Pemprov Jatim. Menurutnya itu sangat penting.

“Saya sampaikan, yang mengajukan (PSBB) ke Kemenkes, agar pemprov (juga) mendapat konfirmasi. Karena koordinasi rumah sakit rujukan di Jatim juga dalam kendali Pemprov,” ujarnya.

Sejauh ini, kabupaten/kota yang sudah mengonfirmasi pengajuan PSBB ke Kemenkes adalah Pemkot Surabaya. Sebab, Surabaya sudah menjadi daerah episentrum Covid-19 dengan jumlah kasus positif mencapai 84 orang.

Sebelumnya, M Fikser Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya sudah memastikan bahwa Pemkot Surabaya sudah mengajukan PSBB ke Kemenkes dan tinggal menunggu keluarnya rekomendasi.

“Kami sudah membuat surat permohonan ke Kementerian Kesehatan agar mendapatkan rekomendasi PSBB. Pemerintah Kota tidak punya kewenangan untuk langsung melakukan apapun. Harus mengikuti prosedur,” kata Fikser kepada Radio Suara Surabaya.

Pemkot Surabaya, kata Fikser, berharap agar rekomendasi dari Kemenkes tentang penerapan PSBB di Surabaya segera ada. Dengan demikian, Pemkot bisa berkonsentrasi menyelamatkan warga tanpa mengganggu aktivitas warga lainnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 9/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB Dalam Masa Wabah Covid-19, surat permohonan berupa data-data dari Pemda akan dikaji dulu oleh tim bentukan Menkes.

Tim itu yang kemudian akan memberikan rekomendasi penetapan PSBB kepada Menteri Kesehatan dalam waktu paling lama satu hari sejak diterimanya permohonan penetapan dari kepala daerah yang mengajukan.

Ada beberapa kriteria penentuan PSBB untuk suatu wilayah sebagaimana disebutkan Oscar Primadi Sekjen Kemenkes RI di Jakarta, hari ini. Pertama, tim akan melihat jumlah kasus positif dan kematian dan penyebarannya yang cepat.

Tim bentukan Kemenkes juga akan menilai keterkaitan epidemiologis yang serupa dengan wilayah atau negara terdampak lain. Penetapan PSBB ini hanya akan dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan pengajuan kepala daerah.

Beberapa syarat lain dalam permohonan PSBB yang juga harus disertakan selain data sebaran dan peningkatan jumlah penyebaran kasus adalah kejadian transmisi lokal dan informasi kesiapan daerah.

Informasi kesiapan daerah yang harus disertakan dalam surat pengajuan itu meliputi ketersediaan kebutuhan hidup pokok masyarakat, sarana dan prasarana, anggaran yang tersedia, serta kesiapan keamanan.

Sekjen Kemenkes RI itu juga menjelaskan, PSBB berbeda dengan karantina wilayah. Meski demikian, sifat PSBB akan lebih ketat daripada imbauan jaga jarak sosial (social distancing) dan jaga jarak fisik (physical distancing).

“Sifatnya bukan lagi imbauan, tapi penguatan pengaturan kegiatan penduduk dan penegakan hukum, tentunya dengan instansi berwenang sesuai UU yang berlaku,” kata Oscar.

Dia berharap, pelaksanaan PSBB bisa memutus rantai penularan dari hulu dan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang. Tidak tertutup kemungkinan kebijakan ini diperpanjang sesuai indikasi penyebaran yang tinggi.

Dia juga menegaskan, pelaksanaan PSBB ini tak hanya akan menjadi tanggung jawab dari pemerintah tetapi juga masyarakat di wilayah setempat, supaya pembatasan sosial itu bisa terlaksana dengan baik dan efektif memutus mata rantai penularan Covid-19.(den/tin)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
27o
Kurs