Kamis, 25 April 2024

Kerjasama Indonesia-Amerika Serikat di Bawah Joe Biden Harus Utamakan Kepentingan Nasional

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Foto: MPR RI

Bambang Soesatyo Ketua MPR RI menekankan pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat dari Donald Trump ke Joe Biden, harus tetap memberikan efek positif bagi peningkatan kerjasama Indonesia – Amerika Serikat.

Dalam lawatannya ke Amerika Serikat pada awal November 2020, pemerintah Indonesia melalui Luhut Panjaitan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), telah bertemu Donald Trump Presiden dan Mike Pence Wakil Presiden di White House.

Hasilnya, Indonesia yang diwakili Muhammad Lutfi Duta Besar Indonesia untuk Amerika, dengan Amerika yang diwakili Kimberly Reed Presiden EXIM Bank Amerika, menandatangani MoU senilai USD 750 juta atau sekitar Rp 10,5 triliun.

MoU ini untuk memperkuat partisipasi Amerika dalam berbagai sektor pembangunan di Indonesia. Antara lain pada sektor energi, infrastruktur, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pelayanan kesehatan, serta lingkungan.

“Selain itu, ada juga penandatanganan Letter of Interest (LoI) dari United States International Development Finance Corporation (DFC) yang akan menginvestasikan USD 2 miliar, setara Rp 28,3 triliun, untuk Sovereign Wealth Fund/SWF (Lembaga Pengelola Investasi di Indonesia). Kedua perjanjian tersebut ditandatangani di akhir periode pemerintahan Presiden Trump, karenanya kita perlu mengawal jangan sampai ada perubahan di masa pemerintahan Presiden Joe Biden,” ujar Bamsoet dalam FGD kerjasama MPR RI dengan Brain Society Center (BS Center) bertema ‘Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Kepentingan Ekonomi NKRI di Era Joe Biden’, di MPR RI, Jakarta, Rabu (2/12/20).

Turut hadir masing-masing Ahmadi Noor Supit Ketua Komisi XI DPR RI, Hikmahanto Juwana Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Achmad Yani , Makarim Wibisono Duta Besar Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Periode Tahun 2004-2007, Shiskha Prabawaningtyas Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy dan Alfan Alfian anggota Dewan Pakar BS Center.

Bamsoet memaparkan, banyak komunitas global berharap terpilihnya Joe Biden akan menjadi ‘koreksi’ atas berbagai kebijakan kontroversial Trump sebelumnya. Demikian juga bagi Indonesia, hadirnya ‘Biden Effect’ diharapkan tidak hanya memberi dampak instan, tetapi juga mendorong lahirnya berbagai kebijakan yang akan memberi nilai kemanfaatan.

“Beberapa aspek yang bersinggungan dengan kepentingan politik dan kepentingan ekonomi Indonesia pasca terpilihnya Joe Biden, antara lain penyelesaian Laut China Selatan, dimana Indonesia punya kepentingan menjaga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif di Perairan Natuna. Selain juga pada penguatan kemitraan strategis Indonesia – Amerika Serikat, serta peningkatan kerjasama bilateral khususnya di bidang perekonomian yang ditandai peningkatan nilai investasi Amerika di Indonesia,” papar Bamsoet.

Dia mengingatkan, berbagai harapan yang ‘didambakan’ dari pemerintahan Joe Biden tersebut bukanlah sesuatu pemberian, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan. Karena implementasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat, baik di bidang politik dan ekonomi, tentunya juga dilakukan dalam kerangka melindungi kepentingan nasional mereka.

“Artinya, kita membutuhkan kemampuan bernegosiasi yang handal untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kehadiran pemerintahan Joe Biden tidak saja menghadirkan peluang, tetapi juga tantangan yang harus kita jawab dengan peningkatan daya saing pada seluruh sektor dan bidang pembangunan,” tutur Bamsoet.

Bamsoet memperkirakan, meskipun Joe Biden akan mengambil kebijakan yang lebih lunak terkait ‘perang dagang’ dengan Tiongkok, namun persaingan antara kedua negara besar tersebut masih tetap berlangsung. Karenanya, Indonesia harus cerdik mengambil manfaat, namun tetap prudent dan berhati-hati dalam mengambil kebijakan.

“Indonesia adalah subjek yang berdaulat untuk menentukan sikap dan pendirian politik, tidak boleh terombang ambing oleh arus politik global. Prinsip politik luar negeri kita adalah Bebas Aktif. Dimaknai sebagai sikap independensi dari keberpihakan dan ketergantungan pada salah satu kutub kekuatan global, serta berperan aktif dalam upaya menciptakan perdamaian dunia,” pungkas Bamsoet.

Hal senada diungkapkan Hikmahanto Juwana Rektor Universitas Ahmad Yani. Dia menegaskan, terlepas bagaimana Joe Biden nanti akan melaksanakan kebijakan luar negerinya, Indonesia harus menjalin hubungan dengan Amerika Serikat yang bisa menguntungkan kepentingan nasional.

“Tugas dari siapapun pengelola pemerintahan di Indonesia, agar hubungan dengan berbagai negara, termasuk AS dan China, tidak digantungkan dengan siapa presidennya. Tidak juga digantungkan pada garis politik suatu negara. Terpenting, hubungan yang dijalin mempunyai nilai positif bagi Indonesia,” kata Hikmahanto.

Hikmahanto menambahkan, Indonesia harus konsisten menjalankan politik luar negerinya yang Bebas Aktif. Indonesia akan bersahabat dengan negara manapun, selama menguntungkan dan diabdikan untuk kepentingan nasional Indonesia.

“Namun, bila kepentingan Indonesia dilanggar, meski Indonesia telah banyak mendapatkan fasilitas dan kemudahan, maka Indonesia harus tegas dan bersuara,” tandas Hikmahanto.

Sementara itu, Makarim Wibisono menuturkan di era pemerintahan Joe Biden nanti, Indonesia bisa meningkatkan diplomasi di bidang ekonomi. Diantaranya di sektor perdagangan, investasi dan pariwisata.

“Keberhasilan di tiga sektor bisnis tersebut, merupakan sumbangan penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Indonesia juga bisa bekerjasama dengan Amerika Serikat guna mengatasi terorisme, money laundering ataupun cyber crimes yang dapat membahayakan perekonomian Indonesia,” tambah Makarim. (faz/dfn/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs