Jumat, 26 April 2024

KPK Ingatkan Pejabat Tidak Manfaatkan Jabatan demi Kepentingan Pribadi

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Tim KPK menunjukkan barang bukti dugaan korupsi yang melibatkan Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan, berupa barang-barang mewah seperti jam tangan, tas dan sepeda, Kamis (26/11/2020) dinihari, di Kantor KPK, Jakarta Selatan. Foto: Farid suarasurabaya.net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan kepada pejabat publik agar tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok.

Hal itu sebagai respons atas penetapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) sebagai tersangka penerima suap.

Nawawi Pomolango Wakil Ketua KPK saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/10/2020) dini hari mengatakan pejabat publik saat dilantik telah bersumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

“Karena itu, KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut dengan mengemban tugas secara amanah serta tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok,” ucap Nawawi.

Ia mengatakan dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan, seorang pejabat publik memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara.

“Karenanya jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi dan golongannya,” tuturnya.

Selain Edhy, para tersangka penerima suap adalah Safri (SAF) Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence), Andreau Pribadi Misata (APM) Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence), Siswadi (SWD) pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Ainul Faqih (AF) staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Amiril Mukminin (AM) Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan .

Sedangkan sebagai pemberi yaitu Suharjito (SJT) Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan “forwarder” dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar.

Uang Rp3,4 miliar itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS.

Belanja tersebut dilakukan pada 21 sampai dengan 23 November 2020.

Sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (ant/dfn/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
30o
Kurs