Jumat, 29 Maret 2024

Degradasi Solidaritas Anak Muda Akibat Pengaruh Teknologi

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi solidaritas anak muda yang terdistraksi oleh teknologi. Foto: Suarasurabaya.net

Meutia Ananda, psikolog RS PHC Surabaya mengatakan, solidaritas di tengah generasi muda kini telah terdistraksi oleh kehadiran teknologi.

“Teknologi saat ini banyak membuat perubahan, teknologi semakin maju dan berkontribusi besar pada sifat individualitas seseorang. Salah satu efeknya adalah melahirkan kesenangan personal,” kata Meutia dihubungi oleh Radio Suara Surabaya saat membahas topik nilai solidaritas para pahlawan, Selasa (9/11/2021).

Ditambah pandemi yang masih berlangsung, solidaritas di tengah anak muda sangat memungkinkan mengalami degradasi. Karena stimulus di lingkungan sosialnya sangat kurang.

“Di lingkungan tempat tinggal kita dulu sering ada perkumpulan anak muda, seperti organisasi Karang Taruna (Kartar) dan gerakan lainnya. Kini kegiatan anak muda sudah jarang terlihat, jadinya kepekaan sosial mereka tidak terstimulasi,” ujarnya.

Meutia memberikan saran, agar generasi muda kini harus membangun kembali nilai solidaritas yang telah luntur akibat adanya pembatasan kegiatan sosial.

“Tidak usah muluk-muluk untuk ikut komunitas atau organisasi besar, rasa solidaritas bisa dibangun di lingkungan paling kecil yakni keluarga dan lingkungan rumah atau tetangga,” tuturnya.

Dari sini orang tua memiliki peran untuk tetap mengontrol anaknya meskipun terlihat produktif saat di dalam kamar.

“Bukan berarti di dalam kamar itu lebih baik dari di luar rumah, karena manusia harus tetap berperan dan berporses,” kata Meutia.

Dia menambahkan, dengan melatih solidaritas sosial dari lingkungan terkecil dapat memberikan stimulus kepekaan anak muda untuk menganalisa permasalahan dan menyelesaikannya.

“Secara sederhananya dengan kita menganalisa lingkungan sekitar. Mereka sedang membutuhkan bantuan atau tidak, bisa adik, orang tua, atau tetangga. Saat kita bisa memberikan manfaat di lingkungan terdekat, itu bisa memupuk jiwa solidaritas kita,” imbuhnya.

Meutia juga menuturkan bahwa terlalu asik dengan dunianya sendiri dan telalu sering di dalam kamar akan mempengaruhi stabilitas emosi dan kecerdasan emosi.

Kendati demikian, Psikolog tersebut tidak menganggap semua generasi muda sudah luntur solidaritasnya.

Namun dia menyoroti adanya perbedaan saat generasi muda menjalani kehidupan sosial secara langsung daripada bersosial di media.

“Saat bersosialisasi secara langsung kita bisa belajar berinteraksi, mengemukakan pendapat dan memahami perbedaan. Sedangkan kalau media sosial, kita tidak melihat objek secara langsung dan terbiasa berkomunikasi tanpa adanya filter atau batasan,” tuturnya.

Meutia mengatakan, kini anak muda membutuhkan role model yang pro aktif.

Akan tetapi penentuan role model tersebut harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.

“Generasi sekarang tentu memiliki pandangan yang lebih terbuka, mereka harus menemukan jati dirinya terlebih dahulu sebelum menentukan role modelnya siapa, karena kini kita bisa menciptakan role model untuk diri sendiri,” imbuhnya. (wld/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
29o
Kurs