Kamis, 25 April 2024

Ketua MPR: Setop Ketergantungan Impor Alat Kesehatan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ilustrasi. Pekerja mengemas masker di pabrik alat kesehatan PT Kasa Husada Wira Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (31/1/2020). Pabrik yang biasanya memproduksi 50.000 lembar masker per bulan itu mengalami peningkatan permintaan masker sekitar 50 persen setelah mewabahnya virus corona. Foto: Antara

Bambang Soesatyo (Bamsoet). Ketua MPR RI meminta pemerintah menghentikan ketergantungan penyediaan alat kesehatan (alkes) dari negara lain.

Dia menilai sudah saatnya pemerintah memberi perhatian serius industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri sehingga bisa bisa jadi pemain utama dan tuan rumah di negara sendiri.

“Di tengah pandemi Covid-19, sektor industri farmasi dan alat kesehatan masuk dalam kategori high demand. Masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan. Jangan sampai geliat kepedulian masyarakat terhadap sektor kesehatan ini justru dinikmati oleh asing,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/6/21).

Dia menjelaskan, pada 2021 pemerintah menyiapkan anggaran kesehatan hingga Rp300 triliun.

Menurut Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab), merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran APBN 2019 untuk pengadaan alat-alat kesehatan di rumah sakit pemerintah sekitar Rp9 triliun. Pada 2020 meningkat jadi Rp18 triliun karena pandemi Covid-19.

“Jika digabungkan dengan anggaran APBD, BUMN, dan swasta, total belanja alat-alat kesehatan di Indonesia rerata berkisar Rp50 triliun per tahun. Sangat disayangkan jika anggaran pengadaan Alkes sebesar itu lebih banyak dinikmati produsen Alkes luar negeri,” kata Bamsoet.

Bamsoet menambahkan, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kemampuan industri farmasi di Indonesia saat ini ditopang 220 perusahaan.

Sebanyak 90 persen dari perusahaan farmasi itu fokus di sektor hilir dalam memproduksi obat-obatan. Tantangannya, pemerintah perlu terus berupaya menekan impor pengadaan bahan baku, khususnya di sektor hulu industri farmasi.

“Target pemerintah mengurangi impor farmasi dan alat kesehatan mencapai 35 persen pada akhir 2022 harus dibarengi kebijakan yang ramah industri farmasi dan alat kesehatan. Sehingga bisa terealisasi, dan tidak berakhir di atas kertas saja,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia itu juga mengungkapkan, riset Patients Beyond Borders memperlihatkan warga Indonesia sangat gemar berobat ke luar negeri.

Peningkatannya cukup tajam, dari 350 ribu warga yang berobat ke luar negeri pasa 2006 menjadi 600 ribu pada 2015. Total pengeluaran penduduk Indonesia untuk berobat ke luar negeri per tahun mencapai USD11,5 miliar. 80 persennya dihabiskan di Malaysia.

“Selain karena biayanya yang lebih murah dan pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena alat kesehatannya yang sangat lengkap. Padahal dengan sumber daya manusia dan sumber daya rumah sakit yang dimiliki, Indonesia sebetulnya bisa menjadi tuan rumah bagi warganya dalam berobat. Bahkan Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain utama dalam wisata medis, menjadi tempat yang nyaman bagi warga dunia berobat,” pungkas Bamsoet. (faz/dfn)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs