Kamis, 28 Maret 2024

Komunitas Pers Minta Kapolri Cabut Pasal 2d dalam Maklumat Terkait FPI

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi. Massa FPI datang di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020) siang, untuk menggelar Aksi 1812. Foto: Dok/Farid suarasurabaya.net

Komunitas Pers yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) sepakat meminta Jenderal Polisi Idham Azis Kapolri mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.

Komunitas Pers menilai Pasal 2d dalam Maklumat Kapolri yang ditandatangani 1 Januari 2021 itu mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.

“Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Komunitas Pers yang diwakili Abdul Manan Ketua Umum AJI, Atal S Depari Ketua Umum PWI Pusat, Hendriana Yadi Ketua Umum IJTI, Hendra Eka Sekjen PFI, Kemal E Gani Ketua Forum Pemred, dan Wenseslaus Manggut Ketua Umum AMSI di Jakarta, Jumat (1/1/2021).

Berdasarkan Maklumat Kapolri itu, ada empat hal yang disampaikan terkait Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Namun, satu pasal yaitu Pasal 2d dinilai dapat mengancam tugas utama jurnalis dan media untuk mencari dan menyebarluaskan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.

Di dalam Pasal 2d itu, Kapolri meminta masyarakat untuk tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

Padahal, di dalam UU Pers Pasal 4 ayat (3) menyatakan, ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi’.

Dengan adanya Pasal 2d dalam maklumat itu, polisi bisa memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI.

Pasal itu juga bisa dikategorikan sebagai “pelarangan penyiaran”, yang bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers.

Selain itu, maklumat itu juga bertentangan dengan hak warga negara di dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Untuk itu, Komunitas Pers meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mencabut Pasal 2d dalam Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 tersebut.

Sementara itu, Polri beralasan mengeluarkan maklumat itu untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca-dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Sebab, kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 28 Maret 2024
27o
Kurs