Kamis, 9 Mei 2024

Jangan Asal Tutup Jalan Sembarangan untuk Hajatan, Kenali Aturan Pelaksanaannya

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Tenda hajatan warga yang mengganggu lalu lintas di Betro, dibongkar oleh polisi, Jumat (8/1) pagi. Menurut Iptu Cholil Kasubnit 1 Lantas Polresta Sidoarjo, tenda akan sedikit dimundurkan agar tidak mengganggu jalan. Pembongkaran tenda hajatan warga oleh kepolisian karena mengganggu arus lalu lintas dan tidak sesuai dengan perizinan yang diajukan. Foto: Dok/ Iptu Cholil via WA SS

Masih banyak penyelenggara hajatan yang menutup akses jalan umum, sampai menimbulkan polemik di masyarakat lantaran mengganggu aktivitas pengguna jalan.

Berbekal surat izin dari lurah/kepala desa setempat bahkan tingkatan RT/RW, pemilik kegiatan langsung menutup akses yang memaksa pengguna jalan kerepotan mencari jalur/akses lain.

Padahal, penutupan akses jalan di luar fungsinya ada peraturan khususnya yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Dalam Pasal 127 ayat (1), dijelaskan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.

Sedangkan, untuk penutupan demi kepentingan pribadi, aturannya terdapat pada ayat (3).

“Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi,” bunyi ayat tiga pasal tersebut.

Selanjutnya, Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas diatur Pada pasal 128. Dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal tersebut, penutupan jalan dapat diizinkan jika ada jalan alternatif dan harus ada petunjuk rambu lalu lintas sementara.

“Izin penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (2) dan ayat (3) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia,” bunyi ayat (3) Pasal 128.

Kemudian, dalam Pasal 129 ayat (1) disebutkan pengguna jalan di luar fungsi jalan bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan.

Dengan begitu, pejabat yang memberikan izin seperti dimaksudkan dalam Pasal 128 ayat (3) juga harus bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kemudian, Pasal 130 juga menjelaskan penggunaan jalan lebih di luar kegiatan lalu lintas seperti dimaksud dalam Pasal 127, Pasal 128 dan Pasal 129 diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap).

Permohonan izin penggunaan jalan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 12 Tahun 2012, tepatnya Pasal 17 ayat (2) dijabarkan pihak mana saja yang bertanggung jawab tergantung dari izin yang diajukan pemohon.

“Untuk untuk penggunaan jalan nasional dan provinsi diajukan ke Kapolda setempat, jalan kabupaten/kota diajukan ke Kapolres/Kapolresta, dan untuk jalan desa diajukan ke Kapolsek/Kapolsekta,” bunyi ayat tersebut.

Sebagai informasi, perbedaan antarlajur tersebut berdasarkan lebar, penghubung, serta penggunaannya.

Contohnya, jalan nasional yang menghubungkan antara ibukota, provinsi, dan jalur strategis nasional, serta jalan tol.

Jalan provinsi, menghubungkan ibu kota kabupaten/kota dan ibu kota provinsi, dan jalur strategis untuk provinsi. Sementara untuk jalan kabupaten/kota hingga tingkatan ke bawahnya disesuaikan dengan lokasi jalan wilayah masing-masing.

Terkait pengajuan permohonan penggunaan jalan di luar lalu lintas seperti dijelaskan dalam Perkap Pasal 17 ayat (3), diajukan paling lambat tujuh hari kerja sebelum waktu pelaksanaannya.(bil/rid)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 9 Mei 2024
27o
Kurs