Sabtu, 27 April 2024

Koordinasi Antar Elemen Dinilai Penting Untuk Atasi Kenaikan Komoditas

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. Kenaikan harga komoditas minyak sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum teratasi. Foto: Manda Roosa suarasurabaya.net

Permasalahan kebutuhan pokok (komoditas) yang mengalami kenaikan tinggi dalam beberapa waktu terakhir, dinilai harus segera diatasi dengan skema yang tepat.

Dr. Rahma Gafmi Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyebut, pemerintah sudah sepatutnya memanfaatkan era big data dengan melihat kembali jumlah penduduk Indonesia yang mencapai dua ratus tujuh puluh tujuh juta orang, dari setiap masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota.

“Misalnya Jawa Timur ini ada tiga puluh delapan kabupaten dan kota, masing-masing kabupaten dan kota berapa jumlah kebutuhan bahan pokoknya? Kebutuhan daging setiap bulan berapa banyak? Ditambah adanya bulan Ramadan dan hari raya Idulfitri yang pastinya meningkat demand-nya. Apalagi Ramadan dan hari raya Idulfitri adalah momen yang terjadi setiap tahunnya,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net, Jumat (22/4/2022).

Ramadan dan hari raya Idulfitri sendiri, dianggap sebagai momen yang tidak bisa dilewatkan, bahkan ketika ada masyarakat yang tidak memiliki cukup uang, biasanya akan menggunakan segala cara untuk mencukupkan kebutuhannya. Salah satunya, bisa dengan berhutang yang bisa jadi akan memberatkan di kemudian hari.

Terlebih mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat muslim, yang sangat memungkinkan hal tersebut terjadi karena semakin banyak yang merayakan.

Menurut Rahma, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Industri harusnya meninjau langsung kondisi yang terjadi di jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan tiap daerah.

Nantinya kementerian berkoordinasi dengan pemerintah daerah perihal kebijakan yang harus dilakukan dalam menangani lonjaknya bahan pokok. Namun, Kementerian Perhubungan juga harus ikut membantu, untuk memastikan kelancaran pendistribusian secara merata ke seluruh Indonesia.

“Misalnya dengan penegak hukumnya adalah kepolisian dan kejaksaan untuk memantau suatu penimbunan, supaya tidak dilakukan kecurangan-kecurangan seperti yang telah dilakukan di komoditas minyak goreng saat ini,” jelasnya.

Terkait masalah penimbunan komoditas minyak goreng, hal tersebut harusnya menjadi perhatian khusus untuk diantisipasi dari awal. Menurut Rahma, antisipasi dari adanya oknum yang melakukan penimbunan komoditas pokok mudah dilakukan apabila ada kemauan dari pemerintah. Kecuali, memang terjadi adanya indikasi tutup mata maupun kerja sama oknum-oknum pemerintah dengan oknum yang menimbun komoditas tersebut.

“Kalau kita membiarkan terus artinya membiarkan hal-hal seperti itu, karena itu sudah menjadi alasan klasik yang sebetulnya tidak perlu dijadikan suatu masalah kalau memang benar-benar mau memberantas,” tuturnya.

Padahal, sambung Rahma, apabila Kementerian Perdagangan dan Kementrian Industri bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian, kejaksaan, maupun penegak hukum yang lain, atau dengan KPU (Komisi Persaingan Usaha).  Masalah tersebut dapat dicegah dan diselesaikan, karena KPU hadir sebagai lembaga yang berfungsi untuk mencegah adanya kartel, dan kecurangan berkaitan dengan persaingan usaha.

“Saya juga heran kepada pak presiden, mengapa ketika menterinya selama empat bulan tidak ada progress dibiarkan saja, harusnya kan presiden mempertanyakan perihal tidak adanya progress yang ada dan permasalahan yang terjadi. Langsung ditindak tegas menterinya itu, jangan dibiarkan saja,” ungkap dosen FEB Unair tersebut.

Selain itu, menurut Rahma, program BLT sebesar satu juta tidak menyelesaikan masalah naiknya harga komoditas pokok di masyarakat. Dia juga berpesan kepada masyarakat agar sebaiknya jangan melihat pertumbuhan ekonomi, namun produktivitasnya.

Apabila pertumbuhan ditopang dengan produksi, maka akan tumbuh. Namun apabila terjadi konsumsi saja dan berkepanjangan, maka hasilnya akan tidak maksimal karena tidak adanya produktivitas.

“Jadi kita jangan fokus ke pertumbuhan ekonomi saja tapi ke produktivitasnya. Karena apabila produktivitas tumbuh, itu kan membutuhkan sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia tersebut dibutuhkan maka akan mendapatkan income dan benefit berkepanjangan,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
27o
Kurs