Jumat, 19 April 2024

KPK Setor Uang Rampasan Dari Kasus Edhy Prabowo ke Kas Negara

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
edhy-prabowo-mantan-menteri-kelautan-dan-perikanan Edhy Prabowo mantan Menteri Kelautan dan Perikanan memakai rompi tahanan KPK. Foto: Dok/Farid suarasurabaya.net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang rampasan dari suap yang menjerat Edhy Prabowo mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ke kas negara senilai Rp72 miliar dan 2.700 dolar AS.

“Uang yang disetorkan tersebut sebesar Rp72 miliar dan 2.700 dolar AS yang berdasarkan tuntutan jaksa KPK dan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara,” kata Ali Fikri Plt. Juru Bicara KPK dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022) dikutip Antara.

Uang dari barang bukti perkara Edhy Prabowo dan kawan-kawan itu telah disetorkan ke kas negara oleh Hendra Apriansyah Jaksa Eksekutor KPK.

Ali mengatakan, penyetoran uang rampasan itu dalam rangka mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara, sebagai salah satu langkah asset recovery atau pemulihan aset.

“KPK terus mengedepankan pemidanaan perampasan hasil korupsi sebagai bagian efek jera, dan kemudian dilakukan penyetoran hasil rampasan perkara tindak pidana korupsi maupun TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang ditangani KPK ke kas negara,” jelasnya.

Edhy Prabowo merupakan terpidana kasus suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Edhy divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, kewajiban untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS, serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman.

Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 Juli 2021, menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan lima tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, ditambah kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.

Namun, pada 21 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Edhy menjadi sembilan tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS, serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.

Atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Edhy mengajukan kasasi pada 18 Januari 2022. Hasilnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengurangi hukuman pidana penjara Edhy menjadi lima tahun dari yang sebelumnya sembilan tahun.

Dalam perkara tersebut, Edhy terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 bersama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjitom, dan perusahaan pengekspor BBL lain. (ant/bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
29o
Kurs