Sabtu, 4 Mei 2024

Alumnus Ubaya Ciptakan Alat Monitoring Kompetisi Bridge untuk Minimalisir Kecurangan

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Kartu bridge di-scan melalui alat monitoring yang dibuat oleh alumnus Ubaya sebelum bidding. Foto: Humas Ubaya

Irzal Zaini alumnus Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Surabaya (Ubaya), membuat prototipe alat untuk memantau jalannya kompetisi bridge secara otomatis. Inovasi ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kecurangan oleh pemain.

Pembuatan inovasi ini dilatarbelakangi oleh pengalaman Irzal mengikuti perlombaan bridge. Saat itu, ia melihat ada technical director yang harus mengelilingi tiap meja pemain untuk memantau adanya kecurangan.

“Umumnya kalau permainan bridge di Indonesia, hanya ada satu technical director. Hal ini membuat boros tenaga dan tidak bisa memantau keseluruhan meja pemain secara maksimal. Saya bersama dosen pembimbing skripsi saya, Susilo Wibowo, S.T., M.Eng., ingin meminimalisir permasalahan ini,” ungkapnya, Jumat (28/4/2023).

Salah satu kecurangan yang biasanya terjadi adalah pemain mengulur waktu saat melempar kartu. Irzal bersama Susilo akhirnya membuat alat yang bisa mendeteksi lamanya pemain melakukan lemparan kartu. Alat ini diintegrasikan dengan sistem QR code. Kode barcode ditempel di tiap kartu. Sebelum bidding (melempar kartu), pemain dapat scan barcode menggunakan scanner pada kartu yang ingin dimainkan.

Pada alat ini, terdapat empat alat scanner yang terbagi menjadi north, south, west, dan east (utara, selatan, barat, timur) sesuai posisi duduk pemain. Setelah scan, akan muncul data delay waktu. Data ini menunjukkan berapa lama seseorang melakukan scan kartu dari pemain sebelumnya.

“Data ini akan muncul di aplikasi yang ada di ponsel technical director yang dibuat sebagai acuan menentukan skor. Dengan begitu, technical director tidak perlu keliling lagi. Cukup pantau di satu tempat sudah bisa dapat data otomatis dan lebih akurat,” jelas lulusan SMAN 5 Surabaya itu.

Irzal mengungkapkan, pembuatan inovasi ini membutuhkan waktu selama kurang lebih satu tahun. Pembuatan programnya sendiri membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Kemudian, ia harus membuat aplikasi yang bisa diakses di ponsel.

“Tantangan terbesarnya adalah menyusun coding yang membuat barcode dapat terkirim ke database. Saya mengusahakan cara kerjanya dengan membaca banyak buku,” ujarnya.

Ia berharap, prototipe ini bisa diimplementasikan pada kompetisi bridge sesungguhnya.

“Ke depannya, prototipe ini bisa dikembangkan menggunakan teknologi yang lebih canggih, seperti image processing. Sehingga, kompetisi bridge bisa berjalan dengan lebih efektif menggunakan teknologi,” pungkas Irzal.(dfn/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 4 Mei 2024
28o
Kurs