Sabtu, 27 April 2024

BRIN: 10 Tahun Terakhir Musim Hujan di Indonesia Lebih Panjang

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi Hujan. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Erma Yulihastin Peneliti Pusris Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan, pada Januari 2023 European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) menyatakan pemanasan global diperkirakan mencapai 1,21º C. Dalam 30 tahun, pemanasan global ini dapat berlanjut hingga mencapai 1,5º C pada Maret 2023.

Sementara berdasarkan data hasil kajian tim peneliti BRIN, sekaligus untuk pengembangan model dalam Kamajaya aplikasi Sistem Kajian Awal Musim Jangka Madya berbasis model atmosfer, telah terjadi perubahan klimatologis di Indonesia selama 19 tahun yaitu 2001-2019.

“Durasi musim hujan lebih panjang terjadi di beberapa wilayah selatan di Indonesia, di antaranya adalah wilayah 1 di Sumatra Selatan dan Kalimantan dan sebagian wilayah di selatan Pulau Sulawesi selama 49 hari. Sementara di Lampung dan bagian barat Pulau Jawa durasi musim hujan berlangsung lebih panjang 12 hari. Hari-hari kering mengalami peningkatan selama musim hujan untuk wilayah selatan Indonesia,” ujarnya dalam Webinar Hari Meteorologi Dunia ke-73 pada Selasa (28/3/2023), seperti dikutip dari laman resmi BRIN.

Lebih lanjut, Erma juga menjelaskan bahwa selama musim hujan akan terjadi peningkatan hujan yang lebih ekstrem, dan selama musim kemarau hujan ekstrem semakin sering terjadi di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Fokus pengamatan kami di selatan Indonesia, karena selatan Indonesia merupakan tempat sentra pangan di Indonesia serta memiliki penduduk terbanyak,” tegasnya.

Erma menuturkan, dari hasil penelitian tim di BRIN, menunjukkan perubahan temperatur signifikan di Pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan (tahun 2021-2050 terhadap 1991 2020). Temperatur minimum mengalami penurunan di sebagian besar Pantura Jateng dan Jatim, serta bagian tengah Jawa Barat. Temperatur maksimum mengalami peningatan di sebagian besar pantura Jateng dan Jatim.

“Hari-hari tidak hujan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diproyeksikan meningkat, sehingga lebih kering dan mengalami peningkatan kering yang signifikan, sama halnya di Sumatera Selatan, hingga Lampung,” paparnya.

Perubahan iklim ini menyebabkan terjadinya Badai Vorteks dan Siklon Tropis, di selatan Nusa Tenggara Timur, sehingga dampaknya meningkatkan hujan dan menimbulkan banjir di Madura dan wilayah Jawa Timur lainnya. Selain itu, adanya penghangatan suhu permukaan laut di Laut Jawa di utara Jakarta.

“Di sisi lain, suhu permukaan laut yang mendingin terbentuk di Laut China Selatan telah menciptakan tekanan tinggi. Pendinginan suhu laut itu disebut juga dengan istilah cold tongue,” tuturnya.

Erma menyampaikan untuk mengantisipasi kebencanaan yang mungkin terjadi dari badai Badai Vorteks dan Siklon Tropis, diperlukan adanya model prediksi cuaca resolusi tinggi secara temporal dan spasial, dengan wilayah dominan yang luas, serta mengedukasi masyarakat secara komprehensif.

“Sangat perlu untuk membangun Weather Ready Nation yang merupakan upaya memaksimalkan peringatan dini terhadap kejadian vortex ini untuk memastikan jalur koordinasi dan komunikasi di daerah dengan kesigapan maksimal dan meminimalisasi dampak perubahan iklim yang terjadi, pungkasnya.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
31o
Kurs