Jumat, 1 November 2024

Pakar Geologi ITS Sebut Dibutuhkan Regulasi untuk Menjaga Kelestarian Air Tanah

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Dr. Amien Widodo pakar geologi dan peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Foto: ITS Surabaya

Pemerintah menerbitkan aturan baru yang mewajibkan penggunaan air tanah wajib mendapatkan izin dari Kementerian ESDM.

Aturan anyar ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah, yang ditandatangani Arifin Tasrif Menteri ESDM pada 14 September 2023.

Dalam regulasi baru itu, penggunaan air tanah baik untuk instansi pemerintah, badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat, perlu mengurus izin penggunaan air tanah dari sumur bor maupun gali, serta sungai.

Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber daya air, menjamin kepastian hukum, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya air pada sumber air tanah untuk kebutuhan bukan usaha.

Dalam aturan itu dijelaskan, persetujuan penggunaan air tanah dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi keluarga paling sedikit 100 ribu liter per bulan. Serta untuk kelompok dengan ketentuan penggunaan air tanah 100 ribu liter per bulan per kelompok.

Menanggapi aturan itu, Amien Widodo pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menjelaskan bahwa memang diperlukan regulasi untuk menjaga keberlangsungan air tanah.

“Dalam buku dijelaskan, air tanah harus diambil maksimal 50 persen. Tapi setelah melihat perkembangannya, ternyata penggunaan air tanah sudah berlebihan. Apalagi kawasan resapan juga berubah dan berkurang,” ujar Amien dalam program Wawasan Suara Surabaya, Selasa (31/10/2023) pagi.

Amien mengatakan, penggunaan air tanah dewasa ini sudah lebih dari 50 persen. Ada sejumlah indikator yang membuktikannya, seperti adanya amblesan, kekurangan air, hingga intrusi air laut.

“Sebab di bagian atas atau hulu, sudah banyak berubah menjadi tempat pemukiman dan macam-macam,” sebut Amien.

Selain itu, Amien menambahkan bahwa modernisasi juga menyebabkan kebutuhan air makin besar. Misal untuk cuci mobil atau mandi memakai bath up. “Sehingga menyebabkan penggunaan air berlebih,” imbuhnya.

Menurut Amien, dengan adanya aturan baru ini akan membatasi dan mengontrol. Sekaligus untuk menghitung jumlah air tanah yang digunakan. Sehingga kawasan resapan atau cekungan air tanah seharusnya tetap digunakan sesuai fungsinya.

“Idealnya setiap satu daerah ada daerah tangkapan air tanah khusus. Jadi jumlah air yang menguap dan meresap di tanah, semuanya tetap bisa berjalan,” terangnya.

Amien menambahkan, karena yang menjadi problem ada di kawasan resapan, sementara kawasan resapan sendiri berada di beberapa wilayah antarkabupaten atau antarprovinsi, maka dibutuhkan peran pemerintah untuk mengatur masalah ini.

“Sekarang waktunya Badan Geologi Kementerian ESDM menghitung ulang cekungan air tanah,” terang Amien. (saf/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Jumat, 1 November 2024
28o
Kurs