Sabtu, 4 Mei 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Cenderung Menyimpan Gadget Lamanya

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media terkait apakah masyarakat masih menyimpan garget lamanya atau tidak. Foto: Bima magang suarasurabaya.net

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tidak merekomendasikan masyarakat menjual perangkat (gadget) lama seperti laptop atau ponsel.

Sandromedo Christa Nugroho Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan BSSN menjelaskan, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang bisa mengambil pelbagai data dan informasi yang tersimpan dalam segala jenis elektronik. Sekalipun data itu sudah dihapus. Jadi lebih baik dibiarkan sampai rusak daripada dijual.

Sandromedo menambahkan, recovery atau pemulihan data dari perangkat lama tetap bisa dilakukan meski data sudah dihapus dari bak sampah (trash bin) atau riwayat data ponsel.

Jika harus menjual perangkat, Sandromedo menyarankan agar hard disk dari perangkat itu diganti lebih dulu gina menghindari risiko data pribadi diambil orang lain

Lantas, apakah Anda menyimpan atau menjual perangkat atau gadget lama Anda?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (7/12/2023) pagi, sebagian besar masyarakat memilih menyimpan gadget lamanya.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, dari 25 pendengar yang berpartisipasi, 20 di antaranya (80 persen) memilih menyimpan gadget lamanya. Sedangkan lima lainnya (20 persen) memilih dijual

Sementara dari data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 118 votes (65 persen) memilih menyimpan gadget lamanya. Sedangkan 63 lainnya (35 persen) memutuskan menjual.

Menyakapi hal tersebut Alfons Tanujaya pakar keamanan siber menyebutkan bahwa BSSN tidak seharusnya merekomendasikan hal yang seharusnya diterapkan ke intelejen, ke masyarakat umum.

“Memang dulu ada kasus di Amerika Serikat, di mana data yang tersimpan hard disk drive (HDD), dipecah-pecah kemudian dibuang, namun bisa dikembalikan lagi. Di Indonesia, biaya recovery data itu mahal sekali. Kalau HDD rusak mau di-recovery, biayanya minimal Rp15 juta,” kata Alfons.

Sementara untuk data yang disimpan di solid state drive (SSD), lanjut Alfons, cukup dihapus dan tidak bisa dikembalikan. Kalaupun ada upaya recovery, tingkat keberhasilannya hanya sepuluh persen.

Sedangkan untuk handphone atau gawai sejenisnya, yang perlu perlakuan khusus mungkin mereka yang bekerja di dunia perbankan atau di instansi pemerintahan. Sebab ada data yang harus dijaga.

Sebelum menjual handphone, Alfons meminta masyarakat untuk memastikan tak ada memori external yang tertancap di dalammya. Selain itu, seluruh akun media sosial, email, dan lainnya juga harus sudah log out.

“Tiap kali jual, pastikan semua data diformat atau factory reset. Kemudian ditumpuk dengan file lain, misal film, sampai memori penuh. Jadi ketika di-recovery, file film itulah yang muncul. Cara ini lebih dari cukup dan standar,” tegasnya.

Alfons tidak menampik bahwa menyimpan data di memori handphone memang punya berisiko. Baik risiko dicuri atau hilang. Oleh sebab itu ia menyarankan masyarakat untuk menyimpannya di cloud.

“Jika Anda memiliki harta digital, seperti akun email, akun IG, data foto, dan lainnya, wajib amankan dengan pin yang susah untuk dilihat orang. Lebih baik lagi jika Anda memakai biometrik atau finger print,” pesannya. (saf/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 4 Mei 2024
26o
Kurs