Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memasifkan sosialisasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 serta Keputusan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 49/M/2023 tentang tata cara pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Aries Agung Paewai Kepala Dinas Pendidikan Jatim mengatakan, langkah itu untuk memaksimalkan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan yang berdasar hukum kuat.
“Sekolah yang hebat bukan hanya diukur dari banyaknya prestasi akademik, tetapi dari seberapa aman dan bahagianya siswa belajar di dalamnya,” katanya, Senin (10/11/2025).
Sosialisasi itu, menyasar satuan pendidikan SMK dengan melibatkan para guru, para wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, serta pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dari SMKN yang merupakan perwakilan dari 24 Cabang Dinas Pendidikan se-Jawa Timur.
“Ini dimaksudkan untuk memperkuat koordinasi implementasi kebijakan anti kekerasan di lingkungan SMK,” ujarnya.
Sekolah, kata dia, bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang yang harus menumbuhkan rasa aman, saling menghargai, dan peduli dentan sesama.
Ia mengatakan, regulasi tersebut menegaskan bahwa seluruh warga sekolah, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, hingga orang tua berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, psikis, maupun digital. Dindik Jatim mendorong agar setiap sekolah menjadikan kebijakan itu sebagai pedoman wajib dalam tata kelola pendidikan yang berorientasi pada keselamatan dan kesejahteraan siswa.
Dalam kesempatan itu, Aries juga menyinggung sejumlah data nasional yang menunjukkan bahwa kasus kekerasan di sekolah masih cukup tinggi, baik dalam bentuk perundungan (bullying), kekerasan verbal, diskriminasi, hingga kekerasan berbasis siber (cyber bullying).
“Budaya senioritas, komunikasi yang kurang empatik, serta lemahnya pengawasan digital sering kali menjadi akar masalah kekerasan di sekolah. Karena itu, semua pihak harus bersatu mengatasinya,” ucapnya.
Pihaknya juga menekankan pentingnya peran guru dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan sebagai garda terdepan dalam pencegahan kekerasan.
“Guru diharapkan menjadi teladan dalam tutur kata dan perilaku, membangun komunikasi dua arah dengan siswa, serta melakukan deteksi dini terhadap perubahan perilaku siswa,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, ia membeberkan bahwa ada tiga strategi utama dalam pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah, yakni pencegahan primer, penanganan sekunder, dan rehabilitasi setelah kejadian kekerasan.
Untuk pencegahan primer, meliputi sosialisasi rutin tentang sekolah aman dan ramah di setiap awal semester, integrasi nilai anti kekerasan dalam kegiatan MPLS, OSIS, dan Plprakerin, pelatihan guru handling emotional students dan positive discipline, serta pmbentukan satgas sekolah anti kekerasan yang melibatkan guru, siswa, dan konselor.
Dalam penanganan skunder atau saat terjadi, dilakukan penanganan cepat dengan pendekatan restoratif tanpa kekerasan, pemisahan pelaku dan korban untuk meminimalisir trauma, serta konseling dengan guru BK dan lembaga eksternal seperti psikolog, Dinsos, dan kepolisian.
Serta untuk rehabilitasi, korban akan mendapat pendampingan psikologis serta pembinaan karakter bagi pelaku agar kasus tidak berulang.
Selain strategi teknis, Aries juga mengajak seluruh sekolah untuk menumbuhkan budaya positif melalui gerakan “3S Senyum, Sapa, Salam”.
“Mari wujudkan SMK yang aman, ramah, dan bermartabat, tempat di mana setiap siswa merasa dihargai dan setiap guru menjadi teladan dalam kasih dan ketegasan,” pungkasnya. (ris/saf/faz)
NOW ON AIR SSFM 100
