Rabu, 6 Agustus 2025

Daftar 10 Tempat Bersejarah di Surabaya yang Bisa Dikunjungi Menjelang HUT Ke-80 RI

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Proses teatrikal pengibaran bendera Merah Putih di Hotel Majapahit, Minggu (22/9/2024). Foto: Arvin Fayruz Mg suarasurabaya.net

Menjelang Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, warga Indonesia khususnya yang sedang tinggal atau berada di daerah Surabaya dapat mengisi waktu dengan napak tilas ke tempat-tempat bersejarah yang dibaliknya menyimpan cerita perjuangan bangsa.

Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya punya banyak lokasi ikonik yang dapat dijadikan destinasi edukatif sekaligus inspiratif.

Berikut 10 tempat bersejarah yang bisa dikunjungi di Surabaya, lengkap dengan sejarah singkatnya menurut sumber berbagai.

1. Tugu Pahlawan

Monumen Tugu Pahlawan Surabaya yang dibangun untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya dan saat ini menjadi salah satu ikon Kota Surabaya, Jumat (2/9/2022). Foto: dokumen suarasurabaya.net

Selama pendudukan Jepang sejak 1942, rakyat Surabaya menderita berat. Setelah Indonesia merdeka, mereka melawan sisa serdadu Jepang dan kedatangan Sekutu yang diboncengi Belanda. Insiden Hotel Yamato pada 19 September 1945, saat arek-arek Suroboyo merobek bendera Belanda, menjadi pemicu perlawanan besar.

Pertempuran puncak terjadi pada 10 November 1945. Gedung Kempetai yang direbut rakyat hancur akibat serangan Sekutu. Untuk mengenang perjuangan tersebut, pada 1951 dibangun Tugu Pahlawan di lokasi bekas gedung itu. Tugu setinggi 41,15 meter diresmikan oleh Soekarno  Presiden pada 10 November 1952. Kini, kawasan itu menjadi Museum Tugu Pahlawan Surabaya.

2. Museum Sepuluh Nopember

Puluhan siswa saat mengunjungi museum Sepuluh November di Kompleks Monumen Tugu Pahlawan, Surabaya. Foto: Wakhid suarasurabaya.net

Museum Sepuluh Nopember didirikan atas usulan Soekarno Presiden untuk melengkapi keberadaan Tugu Pahlawan yang lebih dulu dibangun pada 10 November 1951. Pembangunan museum dimulai pada 10 November 1991 dan selesai pada 19 Februari 2000.

Museum itu diresmikan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Presiden ke-4 RI, dan berdiri di atas lahan seluas sekitar 1.000 meter persegi, seperlima dari area Tugu Pahlawan. Bangunannya berbentuk limas menyerupai piramida Louvre di Perancis, dengan posisi 7 meter di bawah tanah agar tidak mengganggu pandangan terhadap Tugu Pahlawan.

3. Hotel Majapahit

Aksi perobekan bendera biru dalam “teatrikal perobekan bendera” di area Jalan Tunjungan Surabaya depan Hotel Majapahit, Minggu (17/9/2023). Foto: Dukut suarasurabaya.net

Hotel Majapahit, yang awalnya bernama Hotel Oranje, dibangun pada 1910 oleh Lucas Martin Sarkies, anak dari keluarga Sarkies asal Armenia yang dikenal sebagai pelopor bisnis perhotelan di Asia Tenggara. Hotel itu menjadi salah satu yang termewah di masanya. Selama pendudukan Jepang tahun 1942, hotel ini berganti nama menjadi Hotel Yamato.

Hotel tersebut dikenal sebagai lokasi penting dalam peristiwa heroik 10 November 1945. Saat Belanda mengibarkan bendera Triwarna di puncak hotel, arek-arek Surabaya memanjat dan merobek warna birunya, mengibarkan kembali Merah Putih sebagai simbol perlawanan. Setelah sempat dikuasai kembali oleh Belanda dan kemudian keluarga Sarkies, hotel ini akhirnya dibeli pengusaha lokal dan berganti nama menjadi Hotel Majapahit. Restorasi besar dilakukan pada 1986 dan hotel dibuka kembali sebagai Mandarin Oriental Hotel Majapahit, Surabaya.

4. Jembatan Merah

Jembatan Merah, Jl. Jembatan Merah, Kec. Krembangan, Surabaya. Foto: Kevin Mg suarasurabaya.net

Jembatan Merah yang menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun merupakan situs bersejarah terkenal di Surabaya. Kawasan ini berkembang sebagai pusat perdagangan sejak Perjanjian Paku Buwono II dengan Belanda pada 11 November 1743. Dibangun pada abad ke-18 oleh Belanda, jembatan ini menjadi sarana vital penghubung melewati Kalimas menuju Gedung Karesidenan Surabaya.

Namanya berasal dari warna cat merah yang mendominasi jembatan, dan sekitar tahun 1890-an, pagar kayunya diganti menjadi besi.

Jembatan Merah juga menjadi saksi pertempuran hebat antara Pejuang Indonesia dan pasukan Sekutu pada November 1945 dalam Pertempuran Surabaya. Salah satu peristiwa penting yang terjadi di dekat jembatan ini adalah tewasnya A.W.S. Mallaby Brigjen pada 30 Oktober 1945, sehari setelah penandatanganan gencatan senjata.

Kini, Jembatan Merah menjadi ikon budaya dan sejarah kota Surabaya, dikelilingi oleh bangunan bersejarah serta pusat perbelanjaan tradisional seperti Pasar Pabean dan kawasan pecinan.

5. Monumen Kapal Selam

Tampak depan Monumen Kapal Selam Surabaya, Senin (30/9/2024). Foto: Kevin Wijaya Mg suarasurabaya.net

Monumen Kapal Selam Surabaya (Monkasel) menampilkan kapal selam asli KRI Pasopati 410, buatan Vladivostok, Rusia tahun 1952, tipe Whiskey Class, yang merupakan bagian dari Armada Divisi Timur TNI AL.

Kapal itu aktif sejak 1962 dan berperan dalam Operasi Trikora, menjalankan misi pengintaian, penyerangan diam-diam, serta penghancuran garis musuh. Setelah dinonaktifkan pada 26 Januari 1990, kapal ini dipotong menjadi 16 bagian, dirakit ulang di PT PAL, dan dipajang di samping Surabaya Plaza sebagai museum terbuka.

Pembangunan Monkasel dimulai 1 Juli 1995 dengan peletakan batu pertama oleh Basofi Sudirman Gubernur Jatim dan Gofar Soewarno Laksda TNI. Monumen itu diresmikan pada 27 Juni 1998 oleh Arief Kushariadi KSAL Laksamana TNI dan dibuka untuk publik pada 15 Juli 1998. Kini, Monkasel dikenal sebagai monumen kapal selam terbesar di Asia, dikelola oleh Pusat Koperasi TNI AL dan menjadi simbol sejarah perjuangan maritim Indonesia.

6. Museum HOS Tjokroaminoto

Museum HOS Tjokroaminoto. Foto: Disbudpar Surabaya

Museum H.O.S. Tjokroaminoto terletak di kawasan Peneleh, Surabaya, dan dulunya merupakan rumah indekos milik Haji Oemar Said Tjokroaminoto tokoh pergerakan nasional.

Rumah bergaya klasik Jawa ini menjadi tempat tinggal sekaligus ruang diskusi bagi sejumlah tokoh muda yang kelak menjadi bagian penting sejarah bangsa. Salah satu penghuni terkenalnya adalah Ir. Soekarno, Presiden pertama RI, yang sempat menetap di sana saat muda.

Selain Soekarno, tokoh-tokoh seperti Musso, Semaoen, hingga Kartosoewirjo juga pernah tinggal di rumah ini. Di bawah bimbingan Tjokroaminoto, mereka berdiskusi tentang politik, agama, dan ideologi, yang kelak membentuk dasar pemikiran mereka. Kini, rumah bersejarah ini diabadikan sebagai Museum H.O.S. Tjokroaminoto, simbol penting lahirnya gagasan-gagasan besar yang turut membentuk arah perjuangan Indonesia.

7. Penjara Kalisosok

Pintu masuk utama penjara Kalisosok yang terkunci rapat. Foto: Anton suarasurabaya.net

Penjara Kalisosok dibangun pada tahun 1907 oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai tempat menahan aktivis dan tokoh pergerakan yang menentang penjajahan.

Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, yang dipenjara pada 1929 karena aktivitas politiknya, serta Dr. Sutomo dan anggota organisasi rakyat lainnya, pernah ditahan di sini. Bangunan ini dirancang dengan struktur kokoh dan arsitektur khas masa kolonial, menjadikannya simbol penting perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Setelah era Belanda dan Jepang, penjara ini tetap digunakan hingga tahun 2000. Kini, Penjara Kalisosok dinilai memiliki potensi besar sebagai museum atau wisata edukatif. Upaya pelestariannya terus digaungkan oleh pemerintah dan masyarakat, agar tempat ini tidak hanya terjaga secara fisik, tetapi juga tetap hidup sebagai pengingat nilai perjuangan dan semangat para pahlawan.

8. Kampung Peneleh

Kampung Lawang Seketeng yang berada di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, disiapkan menjadi salah satu destinasi wisata heritage. Foto: Antara

Kampung Peneleh di Surabaya adalah salah satu kampung tertua yang menyimpan jejak sejarah panjang sejak masa Singosari, Majapahit, hingga pergerakan nasional.

Kampung itu pernah disinggahi Raden Rahmat (Sunan Ampel) dalam perjalanannya ke Ampel dan menjadi tempat awal penyebaran Islam melalui cara unik, yaitu sabung ayam. Dari sana, lahirlah Masjid Jami’ Peneleh yang masih berdiri hingga kini. Nama Peneleh diyakini berasal dari kata penilih (orang terpilih) dan sudah eksis sebelum kedatangan Raden Rahmat.

Di era kolonial, Peneleh menjadi kampung multietnis dan pusat pergerakan nasional. Tokoh seperti H.O.S. Tjokroaminoto dan Soekarno pernah tinggal di sini, menjadikan kampung ini tempat lahirnya ide-ide besar bangsa.

Situs bersejarah lainnya termasuk Sumur Jobong peninggalan Majapahit dan Makam Belanda di sisi timur kampung. Hingga kini, Peneleh tetap dikenal sebagai kawasan bersejarah yang mencerminkan keberagaman dan semangat perjuangan.

9. Gedung Siola

Suasana Museum Surabaya yang terletak di Siola, Jumat (27/9/2024). Foto: Kevin Wijaya Mg suarasurabaya.net

Gedung Siola merupakan saksi perjalanan Surabaya sebagai kota perjuangan pusat perniagaan. Didirikan tahun 1877 oleh Robert Laidlaw pengusaha Inggris, gedung itu awalnya bernama Whiteaway Laidlaw dan dikenal sebagai pusat perdagangan modern serta megah di era kolonial.

Saat pendudukan Jepang, gedung ini diambil alih dan berganti nama menjadi Chiyoda. Pasca kemerdekaan, pemerintah Indonesia menasionalisasi gedung tersebut yang sempat terbengkalai.

Pada 1960-an, lima pengusaha Surabaya membangkitkan kembali fungsinya sebagai pusat perdagangan dan menamainya “Siola” dari singkatan nama mereka. Siola pun kembali populer hingga era 1980-an.

Kini, bangunan ini dikelola oleh Pemkot Surabaya dan difungsikan sebagai pusat layanan publik serta Museum Surabaya, agar masyarakat dapat mengenal kembali nilai sejarahnya sebagai bagian penting dari identitas kota.

10. Gedung Internatio

Gedung Internatio di Kota Lama, Kec. Krembangan, Surabaya. Foto: Arvin Fayruz Mg suarasurabaya.net

Gedung Internatio terletak di kawasan Jembatan Merah, Surabaya, dan dibangun pada akhir 1920-an sebagai kantor dagang kolonial Belanda. Gedung bergaya arstiektur kolonial ini menjadi saksi sejarah penting pertempuran Surabaya tahun 1945.

Setelah pasukan Sekutu mendarat di Surabaya pasca-Proklamasi, Gedung Internatio dijadikan markas mereka. Di sekitar gedung inilah A.W.S. Mallaby Brigadir Jenderal tewas pada 30 Oktober 1945, sebuah peristiwa yang memicu pecahnya pertempuran besar 10 November. Hingga kini, Gedung Internatio dikenang sebagai simbol keberanian Arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan.

Dengan mengunjungi tempat-tempat ini, warga Indonesia lebih bisa memahami betapa mahalnya kemerdekaan yang kita nikmati hari ini. Mari kita rayakan Hari Kemerdekaan bukan hanya dengan lomba, tetapi juga dengan mengenang perjuangan para pahlawan. (ata/ham/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 6 Agustus 2025
28o
Kurs