
Eddy Christijanto, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya mengatakan catatan formal, data kependudukan menjadi dasar intervensi pemerintah, mulai dari bantuan sosial hingga perencanaan pembangunan kota.
Selain itu, manfaat tertib administrasi kependudukan (adminduk) juga bisa langsung dirasakan masyarakat, terutama ketika berhubungan dengan program bantuan pemerintah.
Contohnya, ketika pemerintah baik pusat maupun daerah akan memberikan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), maka akan dicek lebih dulu basis data domisilinya.
“Dicek itu harus ada di tempat. Kemarin itu Kementerian Sosial ketika dia akan memberikan PKH itu, dilakukan survei di lapangan. Ketika nama yang dimaksud di alamat ternyata tidak ada, itu akan dibatalkan, bukan akan dicoret. Artinya update data kependudukan ini diperlukan,” ujar Eddy dalam program Semanggi Surabaya di Radio Suara Surabaya, Jumat (3/10/2025).
Menurut Eddy, pengalaman di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan adanya data bantuan sosial (bansos) fiktif. Banyak kasus di mana penerima terdaftar, tetapi ketika diverifikasi di lapangan, yang bersangkutan tidak ada di alamat tersebut.
“Pengalaman-pengalaman tahun lalu itu ditemukan data bansos itu fiktif. Kemungkinan kalau menurut saya fiktifnya itu ya karena memang mereka (penerima) tidak ada di tempat itu loh ya. Karena ketika dicek oleh pihak yang berwajib itu, ternyata di tempat itu (mereka) tidak ada,” jelasnya.
Kepala Dispendukcapil itu kemudian kembali mencontohkan, program penanganan stunting di Surabaya pun sempat terkendala masalah data yang tidak tertib.
“Kemarin itu kita temukan di Dinkes ada anak stunting di salah satu kecamatan itu namanya si A itu. Tapi ketika dicek itu enggak ada. Tetangganya tidak tahu. Dicek di data kependudukan memang alamatnya ada di situ, tapi orangnya enggak ada. Sehingga intervensi gizi, susu, dan lain sebagainya enggak bisa,” ujarnya.
Karenanya, Eddy mengajak warga agar segera memperbarui data kependudukan jika ada perubahan, baik pindah domisili, pernikahan, perceraian, maupun kematian.
Ia menegaskan, ketertiban adminduk akan memudahkan pemerintah memastikan intervensi tepat sasaran. Eddy mengakui tingkat kesadaran warga Surabaya untuk tertib adminduk masih perlu ditingkatkan.
“Kalau menurut saya masih sekitar enam lah (dari skala 1–10). Karena pendidikan, pekerjaan, golongan darah, perkawinan, kematian, itu masih banyak yang belum di-update. Kita masih menyisakan sekitar 1.000 orang yang datanya itu meninggal tapi belum dilaporkan akta kematiannya,” jelasnya.
Ia menyebut, salah satu alasan masyarakat enggan melaporkan kematian anggota keluarga adalah karena khawatir kehilangan bantuan sosial. Padahal, menurutnya, bantuan tetap bisa diteruskan ke ahli waris.
“Padahal sebenarnya dari Kementerian Sosial termasuk dari Dinas Sosial sendiri ketika orang itu meninggal itu bisa diturunkan kepada istri atau ahli warisnya. Karena sebelumnya miskin misalnya ya, kepala keluarganya meninggal, terus anaknya ya pasti masih belum berdaya lah. Jadi ini ketakutannya tidak tepat,” tegasnya.
Eddy menambahkan, alasan lain warga enggan mengurus adminduk adalah karena malas. Namun, kini layanan sudah semakin mudah dengan sistem layanan secara daring.
“Di rumah pun bisa melakukan pengurusan dengan Android KNG ( Klampid New Generation) Mobile itu. Semua pelayanan kependudukan ada di situ. Malah lebih mudah. Jadi tidak perlu datang ke kelurahan atau ke dinas,” pungkas Eddy. (bil/ipg)