
Pikun atau demensia kerap dianggap sebagai hal yang wajar terjadi pada usia lanjut. Namun, menurut dr. Ari Baskoro Spesialis Penyakit Dalam dan Imunolog FK Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, kondisi tersebut tidak selalu harus muncul seiring bertambahnya usia.
Dalam catatan refleksi memperingati Hari Alzheimer Sedunia pada 21 September 2025, pikun sering digambarkan dengan seseorang yang lupa arah jalan pulang, lupa waktu, bahkan lupa apakah sudah makan atau belum.
“Gejala awal biasanya berupa kesulitan mengingat informasi baru dan menurunnya konsentrasi dalam aktivitas sehari-hari,” jelas dr. Ari, Minggu (21/9/2025).
Menurut dr. Ari, demensia adalah istilah umum untuk penurunan fungsi kognitif yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Penyebab utamanya adalah penyakit Alzheimer yang mencakup 70 persen kasus.
Sisanya dipicu faktor lain, seperti hipertensi, diabetes, stroke, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, defisiensi nutrisi, hingga paparan polusi udara.
“Alzheimer sejatinya merupakan proses degenerasi kronis yang menyerang sistem saraf pusat. Beberapa mikroba seperti virus herpes simpleks tipe 1, bakteri Chlamydia pneumoniae, jamur Candida albicans, hingga parasit Toxoplasma gondii diduga kuat menjadi pemicu infeksi laten yang berisiko masuk ke jaringan saraf,” terangnya.
Mengupil Bisa Jadi Faktor Risiko
Hal menarik yang disoroti dr. Ari adalah temuan riset terkait kebiasaan mengupil. Menurut penelitian, bakteri Chlamydia pneumoniae bisa masuk melalui saraf penciuman saat seseorang sering mengupil, lalu menembus sawar darah otak.
“Bakteri ini mampu memicu pengendapan protein abnormal di otak, yakni beta amiloid dan protein tau, yang menjadi ciri khas demensia. Selama ini mengupil dianggap kebiasaan sepele, ternyata ada risiko kesehatan jangka panjang yang tidak bisa diremehkan,” ujar dr. Ari.
Hingga kini, masih belum ada obat yang benar-benar efektif menyembuhkan demensia. Karena itu, dr. Ari menekankan pentingnya pencegahan melalui gaya hidup sehat.
Seperti rajin berolahraga, mengendalikan tekanan darah dan gula darah, menjaga berat badan ideal, serta mengonsumsi makanan bergizi seimbang bisa menurunkan risiko demensia.
“Bisa dengan mengonsumsi sayur, biji-bijian, makanan laut, dan daging tanpa lemak sangat dianjurkan. Selain itu, tidak merokok, menghindari alkohol, serta tidur cukup juga sangat penting,” paparnya.
Ia juga menambahkan, penelitian terbaru kini tengah mengembangkan vaksin yang ditargetkan untuk mencegah infeksi laten penyebab terbentuknya plak beta amiloid dan protein tau di otak.
“Beberapa vaksin sedang dalam tahap uji klinis, harapannya dalam waktu dekat bisa diaplikasikan untuk pencegahan demensia,” kata dr. Ari.
Dalam momentum Hari Alzheimer Sedunia, dr. Ari mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memahami demensia.
“Jangan malu bertanya. Itu tema penting tahun ini. Dengan banyak bertanya, kita bisa meningkatkan pengetahuan, mendeteksi dini, dan mencegah stigma terhadap penderita demensia,” pungkasnya. (bil/ham)