
Abbas Araghchi Menteri Luar Negeri Iran menyatakan bahwa Teheran belum membuat keputusan apa pun untuk memulai kembali perundingan nuklir dengan Amerika Serikat (AS).
Menurut Araghchi, Iran sebelumnya pernah bernegosiasi dengan AS, namun perundingan tersebut dikhianati ketika Washington mendukung serangan Israel terhadap Iran, yang kemudian disusul serangan udara langsung AS ke fasilitas nuklir Iran.
“Dalam negosiasi terakhir, mereka mencoba memancing kami untuk menyerahkan hak-hak bangsa ini. Ketika peristiwa-peristiwa tertentu terjadi, mereka justru memaksakan perang dan melepaskan rezim kriminal Zionis (Israel) untuk melakukan serangan,” tegas Araghchi, Kamis (27/6/2025) malam, dilansir Anadolu.
Ia menambahkan bahwa tindakan AS yang mendukung serangan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap diplomasi dan akan mempengaruhi keputusan Iran ke depan dalam menyikapi perundingan internasional.
“Meski begitu, diplomasi tetap berjalan. Saya masih terus menjalin komunikasi dengan beberapa menteri luar negeri negara lain,” lanjutnya.
Araghchi juga membantah dengan tegas klaim Donald Trump Presiden AS, yang menyatakan akan ada pertemuan dengan Iran pekan depan.
“Tidak ada pengaturan apa pun sejauh ini untuk putaran baru perundingan tidak langsung dengan AS. Pernyataan mereka penuh kontradiksi,” kata Araghchi.
Konflik bersenjata antara Israel dan Iran meletus pada 13 Juni 2025, setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap fasilitas militer, nuklir, dan sipil di Iran, yang menewaskan sedikitnya 606 orang dan melukai lebih dari 5.300 orang, menurut Kementerian Kesehatan Iran.
Sebagai balasan, Iran melakukan serangan rudal dan drone ke wilayah Israel, menewaskan 29 orang dan melukai lebih dari 3.400 orang, berdasarkan data dari Universitas Ibrani Yerusalem.
Konflik berdarah selama 12 hari itu akhirnya dihentikan melalui kesepakatan gencatan senjata yang disponsori AS, dan mulai berlaku pada 24 Juni 2025. (bil/ipg)