
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah mengkaji secara mendalam kemungkinan ratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing Convention).
Langkah itu diambil untuk memperkuat perlindungan terhadap Awak Kapal Perikanan Indonesia (AKPI), baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
“Konvensi 188 mengedepankan isu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) awak kapal penangkap ikan dan perlindungan pekerja di sektor perikanan. Harus ada kajian mendalam serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga,” ujar Yassierli Menker dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (26/5/2025) dilansir Antara.
Dia menegaskan, substansi konvensi itu bukan hanya menjadi ranah Kemnaker, tetapi juga terkait dengan Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).
Yassierli mengaku memahami desakan dari Jejaring Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) Maritim yang selama ini menyuarakan pentingnya ratifikasi Konvensi 188, karena sektor ini dikenal sebagai pekerjaan 4D: dirty, difficult, dangerous, and deadly (kotor, sulit, berbahaya, dan mematikan).
“Profesi pekerja bidang perikanan atau bidang maritim itu danger, dirty, difficult, and deadly, itu benar. Saya setuju. Saya harap ini bisa menjadi legacy (warisan) bersama. Artinya, kita concern terhadap sekian juta awak kapal,” ungkapnya.
Menaker menambahkan, sesuai dengan pernyataan Prabowo Subianto Presiden RI saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 lalu, isu ratifikasi Konvensi ILO 188 menjadi salah satu agenda yang akan dipelajari lebih lanjut oleh Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN), yang segera dibentuk Presiden.
DKBN ini nantinya beranggotakan tokoh-tokoh dan pimpinan serikat buruh dari seluruh Indonesia.
Di sisi lain, Sulistri Sekretaris Jejaring SP/SB Maritim menilai, ratifikasi Konvensi ILO 188 bukan hanya memberikan perlindungan terhadap awak kapal, tapi juga menguntungkan negara dan industri perikanan secara keseluruhan.
Pernyataan senada disampaikan Nur Iswanto dari Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia-KSPSI. Menurutnya, masih banyak awak kapal perikanan yang direkrut tanpa prosedur jelas.
“Awak kapal hanya direkrut menggunakan kartu identitas, tanpa kontrak kerja, tak ada standar pengupahan, jaminan sosial, dan keselamatan kerja,” tandasnya.(ant/bil/rid)