Selasa, 19 Agustus 2025

MBG Harus Pakai Dana Sendiri, Tidak “Makan” Anggaran Pendidikan Tahun 2026

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Siswa Sekolah Rakyat menikmati menu Makan Bergizi Gratis yang disediakan Badan Gizi Nasional (BGN). Foto: Antara

Antun Mardiyanta Guru Besar bidang Ilmu Kebijakan Publik dan Governasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) menegaskan ketentuan mandatory spending anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total Anggaran Belanja dan Pengeluaran (APBN) tidak bisa diganggu gugat, termasuk diambil untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Semua harusnya untuk pendidikan. Kita harus melihat asbabun nuzul-nya, kenapa sampai 20 persen itu dimasukkan dalam anggaran dasar itu, kan, sangat urgent sekali. Dan itu yang harus dipahami oleh pengelola republik ini,” ucapnya kepada suarasurabaya.net, Selasa (19/8/2025).

Perlu diketahui, total anggaran untuk pendidikan dalam Rancangan Anggaran Belanja dan Pengeluaran (RAPBN) 2026 mencapai Rp757,8 triliun. Memenuhi ketentuan 20 persen dari Rp3.786,5 triliun total RAPBN 2026. Namun, dari rincian proporsi alokasinya, diketahui jika sebesar Rp335 triliun atau 44,2 persennya, dialokasikan untuk program MBG.

Antun mengaku sepakat dengan adanya MBG yang merupakan program strategis Prabowo Presiden. Namun, ia mengingatkan program prioritas seperti MBG harus memiliki dana sendiri, tidak mengambil dana dari pendidikan.

“Perlu duduk bersama, melakukan evaluasi bersama, seperti apa yang dibutuhkan saat ini, perlu ditata ulang, sehingga visi misi yang ada itu bisa dijalanan dengan baik. Kalau prioritas, strategis, ya tentu tidak menabrak yang sudah ada di undang-undang tadi,” ucapnya.

Sementara itu, Airlangga Pribadi Kusman Dosen Departemen Politik FISIP Unair mengatakan, bahwa kurang tepat keputusan menggunakan anggaran pendidikan untuk kepentingan MBG. Ia menyatakan, Indonesia harus fokus pada pendidikan untuk menguatkan intelektual dan menciptakan sumber daya manusia unggul.

“Pendidikan yang mewadahi itu, juga terutama anggaran untuk riset, kemudian mendukung belajar mengajar, penyiapan infrastruktur, support pada kajian-kajian penting, yang itu justru membutuhkan dukungan penuh dari negara. Tapi itu kemudian dialihkan ke tempat yang lain, dan dibebankan pada sektor yang lain. Itu jadi bagian dari tanggung jawab negara,” jelasnya.

Dalam pembukaan UUD 1945, kata dia, juga sudah jelas pernyataan mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga salah satu implementasinya harusnya bisa memberikan anggaran pendidikan yang tinggi.

“Artinya, alokasi 20 persen itu standar utama yang tidak perlu diganggu gugat, karena memang orientasi utama kita ke depan itu membutuhkan anggaran pendidikan yang cukup. Bagaimana mau mengejar ketertinggalan, meningkatkan daya saing, update dengan perkembangan teknologi, riset, tapi anggarannya dibuat untuk yang lain,” katanya.

Saat ini, kata dia, pemerintah perlu untuk melakukan evaluasi terkait kebijakan tersebut. Bahkan, perlu dibahas juga apakah solusi memperbaiki gizi hanya bisa dilakukan dengan MBG, atau bisa lewat cara lain.

“Jadi, kebijakan MBG perlu dipikir ulang. Haruskah persoalan ini diselesaikan dengan memberi makan secara masif ke seluruh Indonesia. Apa tidak ada alternatif lain untuk menyelesaikan persoalan gizi yang baik. Artinya, kebijakan yang punya wisdom dan proporsional ini yang harus diperhatikan pemerintah sekarang,” kata Airlangga.

Kesejahteraan Guru Terlupakan

Achmad Hidayatullah Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya juga menyayangkan upaya meningkatkan gizi murid lewat program MBG, diambil dari anggaran pendidikan hingga memakan 44,2 persen dari total keseluruhan.

“Artinya, sebetulnya anggaran pendidikan yang langsung, seperti untuk beasiswa, kesejahteraan guru dan dosen, anggaran riset, serta infrastruktur, masih kecil,” jelas Dayat.

Jika melihat porsi anggaran pendidikan 2026, alokasi anggaran untuk MBG hampir dua kali lipat dibandingkan porsi anggaran untuk tunjangan guru atau dosen yang senilai Rp178,7 triliun.

Porsi untuk MBG juga jauh lebih besar daripada anggaran Bantuan Operasional Sekolah atau BOS (Rp64,3 triliun), Beasiswa LPDP+KIP+PIP (Rp57,8 triliun), Sekolah Rakyat (Rp24,9 triliun), Renovasi Sekolah (Rp22,5 triliun), Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (Rp9,4 triliun) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD (Rp5,1 triliun).

Bahkan, jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan 2025, porsi untuk MBG pada 2026 lebih besar dari anggaran untuk belanja pemerintah pusat pada 2025 senilai Rp297,2 triliun.

Padahal angka Rp297,2 triliun itu, mencakup Program Indonesia Pintar (PIP) kepada 20,4 juta siswa, Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada 1,1 juta mahasiswa, dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk 477,7 ribu guru non-PNS.

“Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih detail dan perlu mencari sumber lain,” pintanya.

Hidayat menegaskan bahwa alokasi untuk pendidikan perlu benar-benar mencapai 20 persen dari total belanja negara dalam APBN.

“Selama ini bukan rahasia, dukungan infrastruktur dan sumber daya untuk daerah tertinggal masih belum berhasil dengan baik. Kesejahteraan guru juga masih jauh untuk dikatakan tercapai. Anggaran riset untuk sektor perguruan tinggi juga masih kecil dan berat dalam administrasi,” ucapnya.

“Misalkan kita bandingkan anggaran riset kita dibandingkan dengan negara-negara maju, anggaran kita masih kecil dan lebih ruwet administrasinya,” imbuhnya.

Meski memberi apresiasi atas pelaksanaan program MBG, Hidayat meminta pemerintah mencari cara agar anggaran pendidikan benar-benar mencapai 20 persen dari APBN.

“Saya pikir pemerintah perlu memikirkan bagaimana agar alokasi pendidikan yang 20 persen ini benar-benar untuk mendukung Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan program Kementerian Pendidikan Tinggi Saintek,” harap Hidayat.(ris/iss/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Selasa, 19 Agustus 2025
30o
Kurs