Kamis, 7 Agustus 2025

Menteri Ekraf Dorong Pembenahan LMK dan LMKN untuk Atasi Polemik Royalti

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Teuku Riefky Harsya (kiri) Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (6/8/2025). Foto: Antara

Teuku Riefky Harsya Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) menilai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu dibenahi lebih dulu untuk menemukan solusi atas polemik royalti lagu untuk musisi.

Bagi Teuku Riefky, hal paling mendasar yang perlu dipikirkan saat berbicara mengenai royalti musik ialah prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam pemungutan royalti dan distribusinya kepada mereka-mereka yang berhak.

“Ada beberapa hal yang kita mesti lihat. Pertama, tentu pencipta lagu dan pengarang lagu harus menerima royaltinya. Tetapi di sisi lain, yang menggunakan harus ada kebijakan fair untuk mereka. Tetapi yang banyak, mungkin, masih ditata ulang adalah tentang kolektifnya, LMK, dan LMKN-nya,” kata Teuku Riefky Harsya dilansir dari Antara, Kamis (7/8/2025)

Oleh karena itu, Teuku Riefky pun mendukung adanya keinginan untuk merevisi Undang-Undang Hak Cipta sehingga dapat menjawab berbagai persoalan dan polemik terkait royalti yang muncul akhir-akhir ini

“Saat ini ada inisiatif DPR yang rencananya akan juga merevisi Undang-Undang Hak Cipta,” ujarnya.

Terkait polemik kewajiban bayar royalti bagi pemilik usaha restoran, kafe, atau kedai kopi yang memutarkan lagu-lagu milik musisi-musisi, Teuku Riefky kembali menekankan yang terpenting soal akuntabilitasnya.

“Ya sebetulnya, kalau kita memang menggunakan sebaiknya kan kita bayarkan, tetapi yang harus dipastikan adalah akuntabilitas dari kolektifnya, sehingga (royalti yang dibayarkan) nyampek kepada yang berhak,” sambung Teuku Riefky.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum pada bulan lalu (30/7/2025) mengingatkan setiap bentuk pemutaran musik di ruang publik oleh pelaku usaha wajib disertai dengan pembayaran royalti kepada pencipta dan pemilik lagu yang diputarkan tersebut.

Kewajiban itu, menurut DJKI Kementerian Hukum, berlaku juga kepada mereka yang memutarkan lagu-lagu melalui layanan digital seperti Spotify, Apple Music, YouTube, dan platform sejenis lainnya.

Kewajiban bayar royalti itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, kemudian teknisnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik.

Sementara itu, pemanfaatan musik di tempat usaha seperti restoran dan kafe secara khusus diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Dalam ketentuan-ketentuan itu, pembayaran royalti dilakukan melalui lembaga yang secara resmi ditugaskan menghimpun dan menyalurkan royalti kepada pencipta lagu dan pemilik lagu, yaitu Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Kebijakan itu kemudian menuai protes bagi pemilik-pemilik kafe, yang kemudian banyak dari mereka memilih tidak memutarkan lagu sama sekali demi mencegah adanya tagihan royalti.

Walaupun demikian, beberapa musisi dan band ternama tanah air, misalnya Ahmad Dhani menyatakan dia membebaskan sejumlah lagunya diputar di kafe-kafe secara gratis, sehingga mereka pun tak perlu membayar royalti. Tidak hanya Ahmad Dhani, ada juga band Juicy Luicy, Charly van Houten eks vokalis ST12, dan Rhoma Irama legenda dangdut turut membebaskan lagu-lagu karya mereka diputar di kafe-kafe, dan dinyanyikan penyanyi lain.

Rhoma menyebut dia merasa lebih bermanfaat jika lagu-lagunya dinyanyikan penyanyi lain, dan Rhoma melihat itu sebagai sedekah.(ant/ata/kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 7 Agustus 2025
30o
Kurs