Hanif Faisol Nurofiq Menteri Lingkungan Hidup (LH) mengingatkan bahwa sampah bukan berkah, melainkan masalah yang perlu ditangani. Hal itu disampaikannya menghadapi potensi kenaikan timbulan sampah selama libur periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Kita harus merefleksi diri kita masing-masing bahwa sampah itu bukan berkah, tetapi masalah. Karena itu, semua pihak harus berpartisipasi aktif untuk mengurangi sampah, melakukan pemilahan, dan mengelolanya dengan cara-cara yang ramah terhadap lingkungan,” kata Hanif Faisol Nurofiq Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Sabtu (27/12/2025) yang dikutip Antara.
Berdasarkan data hasil survei Natal 2025 dari Badan Kebijakan Transportasi, diproyeksikan terdapat 119,5 juta orang melakukan pergerakan selama periode Nataru, atau setara dengan 42,01 persen dari total populasi Indonesia.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan 2,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan mobilitas itu berpotensi menimbulkan tambahan timbulan sampah hingga 59.000 ton dalam rentang waktu sekitar dua pekan.
Hal itu disampaikannya usai melakukan inspeksi mendadak ke hulu hingga hilir pengelolaan sampah di TPA Tanjungrejo Kudus serta Stasiun Tegal dan Cirebon pada, Jumat (26/12/2025) kemarin, dalam momentum libur Nataru.
Dia menekankan peningkatan volume sampah selama masa libur akhir tahun bukan sekadar fenomena musiman, melainkan ujian bagi sistem tata kelola di setiap daerah.
Saat meninjau TPA Tanjungrejo di Kudus, Jawa Tengah, dia pun menyoroti fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang belum beroperasi secara maksimal.
Menteri LH menyebut, teknologi pengolahan sampah seperti RDF adalah solusi masa depan yang tidak boleh lagi ditunda-tunda implementasinya. Pengelolaan sampah di hilir tidak boleh lagi sekadar tumpukan residu, melainkan harus bertransformasi menjadi proses yang memiliki nilai tambah sekaligus ramah lingkungan.
Namun, di sisi lain, KLH/BPLH juga memastikan aspek penegakan hukum tetap berjalan beriringan dengan upaya edukasi. Hanif menyayangkan target nasional pengelolaan sampah sebesar 52 persen di tahun 2025 hingga kini belum terpenuhi sepenuhnya.
Kondisi stagnan itu memicu langkah tegas dari kementerian untuk memberikan peringatan keras kepada pemerintah daerah yang masih abai dalam mengelola wilayahnya.
Ketegasan itu bukan tanpa alasan, mengingat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah memberikan mandat yang jelas bagi pemerintah pusat dan daerah.
Sanksi itu diharapkan menjadi pemacu bagi kepala daerah untuk memprioritaskan anggaran dan teknologi dalam sistem pengelolaan sampah di wilayah masing-masing.
“Sampah ini jangan menjadi masalah yang berlarut-larut. Ke depan, kami akan memberikan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada daerah-daerah yang pengelolaan sampahnya belum maksimal dan berada di luar ambang batas yang telah ditetapkan,” pungkasnya. (ant/bil/iss)
NOW ON AIR SSFM 100
