Selasa, 7 Oktober 2025

Operasi SAR Tuntas, Sepenggal Kisah Menembus Reruntuhan Demi Evakuasi Santri Ponpes Al Khoziny

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Tim SAR Gabungan waktu menembus celah reruntuhan untuk mengevakuasi korban tragedi ambruknya Ponpes Al Khoziny Sidoarjo. Foto: Humas Basarnas Surabaya.

Reruntuhan puing bangunan dan besi-besi masih berserakan di area ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Selasa (7/10/2025) pagi.

Area itu kini sudah rata dan puing-puing besar telah diangkat petugas SAR. Hari kesembilan operasi ini, Selasa (7/10/2025), merupakan penutupan operasi pencarian sebab semua korban dipastikan telah dievakuasi.

Di balik berhasilnya operasi pencarian selama sembilan hari itu, ada kisah Tim SAR Gabungan yang berpacu dengan waktu menembus reruntuhan untuk menyelamatkan nyawa para santri.

Cupes (34 tahun) sapaan akrab salah satu anggota tim rescue dari BPBD Jawa Timur menjadi satu di antara ratusan personel SAR yang berjibaku mengevakuasi para santri.

Ruang sempit, udara pengap, dan debu reruntuhan menjadi keseharian Cupes selama terlibat dalam operasi pencarian. Pria 34 tahun itu mengutarakan betapa sulitnya membuka jalan evakuasi.

“Kita mau masuk itu enggak bisa. Sulit, harus bongkar-bongkar dulu. Itu kita pakai alat cutting untuk motong beton sama besi,” ujar Cupis saat ditemui setelah bertugas.

Ambruknya gedung tiga lantai Ponpes Al Khoziny Sidoarjo itu disebut oleh Tim SAR membentuk pancake model yang memiliki tingkat kestabilan minim. Artinya mudah terjadi runtuhan susulan.

Kondisi itu semakin menyulitkan petugas, mereka harus memutar otak untuk menjaga kestabilan supaya tidak terjadi runtuhan susulan. Sebab pada pencarian hari ketiga masih ada tujuh korban yang teridentifikasi hidup.

“Ruang sempit terus gedungnya itu rapuh. Tidak stabil. Terkena getaran sedikit ada rontokan beton-beton itu,” tuturnya.

Pada hari pertama, Cupes bersama tim berhasil mengevakuasi dua korban selamat. Namun di sektor yang sama, ia melihat dua korban lain terjepit beton dengan kondisi tak bernyawa. Pemandangan pilu itu terus berlanjut hingga beberapa hari ke depan.

“Hari pertama, kita evakuasi dua orang. Tapi ada empat di sana. Yang dua sudah meninggal kejatuhan beton,” ungkapnya.

Operasi pencarian juga berlangsung dengan memakai teknik menggali tunnel secara manual. Hal ini untuk membuka jalur lebih aman dalam pencarian korban.

Sebab selama fase golden time masih berlangsung, Tim SAR memutuskan tidak mengoperasikan alat berat karena khawtir menimbulkan getaran dan memicu runtuhan susulan.

“Menggalinya itu manual enggak bisa langsung pakai drill besar. Takutnya getaran membuat runtuh. Meskipun ada penyangga tambahan, tetap rawan,” katanya.

Tugas mereka tak hanya membuka jalur evakuasi, Tim SAR juga harus memberikan suplai makan dan minum kepada korban selamat yang masih terjebak untuk menjaga fase life time mereka agar lebih panjang. Termasuk kepada salah satu korban selamat bernama Haical.

Cupes menceritakan, pemberian suplai makanan itu menggunakan alat sederhana seperti kayu panjang untuk menyodorkan ke dalam celah sempit.

“Kemarin yang sering itu Haical,” tuturnya.

Selain menyelamatkan korban, Tim SAR harus memastikan kondisi mereka dalam keadaan aman. Cupes mengaku, setiap kali masuk ke celah reruntuhan harus menakar risiko dan menuruti arahan safety officer di sisi belakang.

“Kalau tidak memungkinkan, kita keluar. Kalau masih memungkinkan, kita masuk. Tapi tetap ada safety officer di belakang. Kalau ada runtuhan kecil, bisa langsung ditarik,” katanya.

Manajemen waktu pun juga menjadi kunci keberhasilan evakuasi. Personil Tim SAR harus diganti setiap tiga jam sekali untuk menjaga stamina dan kondisi mereka. Istirahat pun di tempat seadanya, kadang di posko dengan alas matras bahkan hanya menggelar tikar di jalanan.

Rolling terus itu, 24 jam penuh. Istirahatnya ya di Posko. Alasnya ya matras seadanya,” jelasnya.

Cerita yang sama juga diutarakan Rian (22 tahun) relawan SAR asal Surabaya. Sempitnya celah reruntuhan membuatnya harus menajamkan telinga untuk mencari korban yang suaranya sama-samar terdengar di balik reruntuhan.

“Kita mencari titik itu dari suara-suara korban. Kayak minta tolong. ‘Tolong, Mas, tolong Mas,’ begitu,” ujar Rian.

Operasi pencarian yang berjalan intens lama-kelamaan membuat kondisi fisik Tim SAR mulai menurun. Rian hanya bisa beristirahat sekitar tiga jam sebelum kembali masuk ke dalam reruntuhan.

Meski kondisi tubuh sudah tidak prima dan punggung sakit karena terlalu lama merangkak di ruang sempit, Rian tak pernah mundur demi tugas kemanusiaan ini.

“Kalau kekuatan masih kuat ya bisa nonstop, rolling terus,” katanya.

Tragedi Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo menjadi perhatian banyak pihak. Bahkan BNPB menyebut peristiwa ini menelan korban jiwa lebih banyak daripada bencana alam.

“Bahwa korban kali ini di sepanjang tahun 2025 ini adalah korban yang cukup besar menurut BNPB,” ungkap Mayor Jenderal Budi Irawan Deputi 3 Tanggap Darurat BNPB dalam konferensi pers, Senin (6/10/2025) kemarin.

Saat ini area reruntuhan bangunan ambruk di Ponpes Al Khoziny sudah dibersihkan Tim SAR. Total korban yang terevakuasi dalam tragedi ini mencapai 171 orang, terdiri dari 67 korban meninggal dunia termasuk delapan body part, dan 104 selamat. (wld/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Selasa, 7 Oktober 2025
32o
Kurs