Senin, 4 Agustus 2025

Pakar Hukum Tata Negara: Abolisi dan Amnesti Presiden Sah, tapi Publik Berhak Tahu Alasannya

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Tom Lembong, Prabowo Subianto Presiden, dan Hasto Kristiyanto. Grafis: Dimas Wahyu suarasurabaya.net

Pada Kamis (31/7/2025) pekan lalu, publik dibuat kaget dengan keputusan Prabowo Subianto Presiden RI mengeluarkan abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mantan Menteri Perdagangan, dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto eks Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP).

Abolisi atau peniadaan peristiwa pidana diberikan kepada Tom usai dirinya menerima vonis 4,5 tahun penjara dari pengadilan atas kasus dugaan korupsi impor gula.

Sementara Hasto diberi amnesti atau pengampunan dari Kepala Negara usai divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku, buronan KPK.

Keduanya sendiri sudah bebas dari tahanan pada keesokan harinya, Jumat (1/8/2025). Tom keluar dari rutan Cipinang, Jakarta pada Jumat malam sekitar pukul 22.00 WIB. Sedangkan Hasto keluar dari rutan KPK, Jakarta, satu jam sebelumnya.

Tapi, meski sudah lewat tiga hari pascadibebaskannya Tom dan Hasto, sampai saat ini publik masih bertanya-tanya. Ada apa dibalik itu semua?

Beberapa menilai langkah Presiden ini sudah tepat, khususnya kepada Tom. Apalagi kasus yang menjeratnya sudah jadi perhatian publik karena minimnya bukti yang bisa dihadirkan jaksa, dan tak adanya kerugian negara yang disebabkan oleh kebijakan Tom mengimpor gula pada 2015 lalu.

Namun, banyak juga yang menduga kalau pembebasan keduanya ini kental akan unsur politk. Mengingat, Tom merupakan bagian dari Tim Pemenangan AMIN (Anies-Muhaimin), yang notabene lawan Prabowo dengan Gibran pada Pilpres 2024 lalu.

Sedangkan Hasto, kasus hukumnya terkait Harun Masiku mencuat usai kritik demi kritik yang rajin dilontarkannya kepada Joko Widodo (Jokowi), ayah Gibran Rakabuming Raka Wakil Presiden Prabowo, sekaligus Presiden ke-7 RI yang kebetulan “cerai” dengan PDIP dalam momen Pilpres 2024 lalu.

Publik menduga pemberian abolisi pada Tom dan amnesti pada Hasto, semata untuk membersihkan pemerintahan Prabowo Subianto Presiden RI dari kegaduhan politik.

Tapi bagaimana dari kacamata Pakar Hukum Tata Negara? Menurut Haidar Adam, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Airlangga (Unair), pemberian abolisi dan amnesti dari Presiden itu tindakan yang sah menurut konstitusi.

Namun demikian, Haidar menegaskan pentingnya pemerintah menjelaskan alasan di balik kebijakan ini agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.

“Artinya, apapun yang dilakukan, ya, itu tetap berlaku. Tetapi publik tentu saja bisa mempertanyakan reasoning atau alasan kenapa kemudian sampai ada kebijakan seperti itu,” kata Haidar saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (4/8/2025).

Menurut Haidar, meskipun pemberian amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif seorang Presiden, publik tetap berhak mengetahui pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan tersebut.

“Termasuk pemberian amnesti, pemberian abolisi, termasuk kemudian kenapa keduanya harus dibedakan kepada beberapa orang tertentu,” ujarnya.

Ia menambahkan, landasan hukum yang digunakan untuk memberikan abolisi dan amnesti masih menggunakan Undang-Undang Darurat tahun 1950-an.

Lebih rincinya yaitu Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, yang merupakan payung hukum untuk pemberian abolisi. Tapi menurut Haidar, aturan ini dinilainya sudah usang.

“Itu sangat kayak jadul banget. Di dalamnya orang menjadikan Presiden itu bisa memberikan presidential pardon, kayak titah raja gitu. Tidak ada kriteria yang jelas, tidak ada transparansi, tidak selektif. Maka ini bisa dijadikan alat kekuasaan,” jelas Haidar.

Ia juga menyoroti lemahnya mekanisme checks and balances dalam proses ini. Dia menjelaskan kalau abolisi dan amnesti merupakan hal yang harus disetujui oleh pihak legislatif dalam hal ini DPR. Namun, jika dari awal DPR merupakan pendukung Presiden, maka transparansi seolah tak terlaksana.

“Ketika kemudian DPR ala mayoritas, quote-unquote, pendukung daripada Presiden, maka sebetulnya di situ sedang tidak ada balancing. Tidak ada proses checking,” katanya.

Haidar juga menyebut bahwa ketiadaan penjelasan dan kriteria pemberian amnesti dan abolisi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan dan menimbulkan ketimpangan dalam pemberian keadilan.

“Jangan-jangan ini nanti akan memberikan semacam gambaran bahwa, oh it’s okay, aku akan melakukan tindak kriminal, toh nanti suatu saat Presiden bisa mengambil posisi itu. Presiden bisa mengambil kebijakan itu. Jadi ini dalam kondisi tertentu bisa mengarah pada eksekutif punitas atau pengampunan terhadap tindak pidana,” tegasnya.

Ia pun menyinggung pentingnya pembaruan regulasi terkait, agar kebijakan semacam ini tidak terkesan elitis dan hanya menyasar kalangan tertentu. Kedepan, harus dibuat kualifikasi terkait pemberian amnesti dan abolisi supaya bisa lebih selektif, bukan justru dijadikan alat politik.

Sementara saat disinggung soal nuansa politik hingga koreksi terhadap kesalah pengadilan dalam kasus Tom dan Hasto, Haidar menyebut kalau nuansa politisnya memang lebih kental.

“Yang pertama, desain semacam ini belum tersosialisasikan dengan baik. Yang kedua, ini menyasar sebagian besar elit-elit politik. Yang ketiga, kebijakan ini diambil tanpa membuat kriteria-kriteria awal,” ujarnya.

Meski demikian, Haidar melihat bahwa langkah ini bisa saja menjadi titik awal reformasi struktural, jika benar-benar dilanjutkan dengan kebijakan yang terukur dan transparan.

“Kalau memang serius, tunjukkan dong cetak biru itu ke publik. Apa semacam blueprint itu untuk reformasi struktural. Step-stepnya apa saja. Sehingga publik tahu ini bagian dari rangkaian kebijakan yang lebih besar,” katanya.

Terakhir, Haidar mengingatkan bahwa dalam negara hukum, kekuasaan tidak boleh digunakan secara semena-mena.

“Kita nggak bisa begitu saja kemudian percaya pada Presiden sepenuhnya. Harus ada balancing. Harus ada ruang partisipasi publik. Harus ada ruang untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah,” tandasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Senin, 4 Agustus 2025
33o
Kurs