
Pemerintah menerbitkan sejumlah program yang disebut Program Paket Ekonomi 2025. Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengumumkan, Program Paket Ekonomi 2025 itu terbagi atas delapan program yang akan dipercepat pelaksanaannya pada 2025. Kemudian ada empat program yang dilanjutkan pada 2026, dan lima program penyerapan tenaga kerja.
Satu dari delapan program itu adalah program magang untuk lulusan perguruan tinggi, maksimal setahun setelah lulus untuk para lulusan baru (fresh graduate).
Airlangga menyebut, kuota untuk program magang itu sebanyak 20.000 orang. Selama proses magang tersebut, mereka akan mendapatkan uang saku sebesar upah minimum provinsi (UMP) per orang Rp3,3 juta per bulan. Upah tersebut diberikan selama periode 6 bulan. “Anggarannya Rp198 miliar,” kata Airlangga pada Senin (15/9/2025).
Merespons program itu, Doni Koesoema Albertus dari Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia mengakui bahwa banyak lulusan S1 di Indonesia yang kesulitan mencari pekerjaan.
Oleh sebab itu perlu didorong melalui kebijakan yang memungkinkan pemerintah membuka dan menyediakan lapangan kerja.
“Nah, yang jadi masalah kan selama ini Kementerian Tenaga Kerja dalam hal pemetaan tenaga kerja yang dibutuhkan, baik untuk dunia industri maupun bidang jasa, itu kan tidak terorganisir dengan baik,” katanya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (17/9/2025).
“Sehingga perusahaan butuh apa, kantor-kantor butuh apa dan mereka akan mencari dari lulusan mana, itu sampai sekarang sistemnya itu belum transparan dan belum didesain dengan baik,” imbuh pria kelahiran Klaten itu.
Doni menambahkan, saat Nadiem Makarim masih menjabat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) RI, ketika ada program magang dari kampus pun tak ada jaminan setelah magang itu para mahasiswa akan bekerja di tempat tersebut.
“Jadi kalau program magang sekadar magang, itu pemerintah hanya menghabiskan uang untuk istilahnya memberi bantuan sosial. Supaya mereka tidak menganggur,” ujarnya.
Doni mengakui bahwa program yang diumumkan pemerintah bisa memutar roda ekonomi. Karena mahasiswa yang mendapatkan gaji bisa punya daya beli.
Hanya saja, ia mengingatkan bahwa stabilitas ke depannya juga perlu dilihat. Doni menyebut, stabilitas itu tak cukup hanya dengan program magang.
“Program magang ini kan tergantung kalau negara punya dana. Kalau tidak bagaimana? Karena kan ini program magang di kantor, di perusahaan, tapi yang bayar negara. Itu kan aneh. Harusnya yang bayar ya kantor dong supaya bisa merekrut semakin banyak. Kalau yang mengadakan negara, nanti perusahaan itu cuman mengada-adakan saja,” terangnya.
Karena kebijakan ini baru diumumkan pemerintah pada awal Senin kemarin, Doni mengaku belum mendapatkan informasi detailnya. Sepengetahuannya, program ini untuk mereka yang sudah lulus dari kampus. Doni pun mendorong pemerintah untuk memikirkan masak-masak mekanismenya.
“Atau program magang ini untuk anak-anak yang kelas akhir yang sudah mulai skripsi. Kemudian setelah itu sudah langsung diproses, prospek, diseleksi lalu kemudian ikut magang di situ dan ada jaminan dari pemerintah, bahwa anak-anak ini nanti bekerja di perusahaan itu. Mekanisme ini harus clear dan selama ini kan kami belum tahu ini sebenarnya mekanisme seperti apa,” jabarnya. (saf/ipg)