Rabu, 30 April 2025

Pemkot Surabaya Berlakukan Sanksi Nonaktifkan NIK-BPJS Kesehatan Pasien TBC yang Mangkir Berobat

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya saat diwawancarai media, Rabu (16/4/2025). Foto: Meilita Elaine suarasurabaya.net

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberlakukan sanksi penonaktifan Nomor Induk Kependudukam (NIK)-BPJS Kesehatan bagi pasien TBC yang mangkir berobat.

Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya mengimbau, pasien berobat rutin di fasilitas kesehatan yang disediakan pemkot. Pembekuan KTP itu katanya agar pasien TBC tidak menulari orang lain.

“Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, nggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya, sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” imbaunya, Senin (28/4/2025).

Ia minta pandemi Covid-19 jadi pelajaran semua warga untuk menjaga diri agar tidak merugikan orang lain.

“Kita kan harus menjaga diri kita, tapi jangan merugikan orang lain sehingga pada waktu Covid-19 itu kan ada yang pakai masker sehingga tidak menularkan orang lain. Lah sekarang (TBC), sudah sakit, tidak mau diobati, malah keliling, nah itu kan jadi membahayakan warga Surabaya lainnya,” katanya lagi.

NIK dan BPJS Kesehatan akan aktif lagi kalau pasien sudah mau melanjutkan pengobatan rutin.

”Ya (NIK dan BPJS) diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk adminduknya (administrasi kependudukannya) akan kita bekukan semuanya. Karena kan itu membahayakan warga semuanya, baru bisa aktif lagi ketika dia (pasien) mau berobat lagi, lalu mau sanksi apa yang akan kita berikan lagi? Kalau tidak mau berobat, kemudian menular ke warga lainnya kan jadi bahaya,” tuturnya.

Pemberlakuan sanksi itu berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya.

Tujuan diterapkannya perwali itu untuk meningkatkan upaya percepatan eliminasi TBC di Kota Surabaya tahun 2030.

Termasuk memastikan masyarakat dapat hak sehat melalui skrinning TBC, baik di fasyankes dan mandiri, juga pelayanan sesuai standar dan menurunkan angka drop out atau putus berobat.

Sementara Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya mengatakan, pasien penderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang mangkir selama satu minggu tanpa konfirmasi dan terindikasi drop out atau menolak pengobatan, rumahnya akan ditempel stiker “Mangkir Pengobatan”.

Dalam penerapan tersebut, Pemkot Surabaya akan membentuk tim Hexahelix, yang terdiri dari unsur kecamatan, kelurahan, puskesmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TBC, Kader Surabaya Hebat (KSH), hingga peer educator.

”Mekanisme yang dilakukan dengan intervensi berupa satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan rumah oleh Tim Hexahelix wilayah, untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sanksi administratif. Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan, maka dilakukan pemasangan stiker “Mangkir Pengobatan” di rumah pasien,” kata Nanik.

Sedangkan penonaktifan NIK dan BPJS dilakukan, jika penderita TBC SO dan TBC RO menolak untuk ditempel stiker “Menolak Pengobatan” dan tidak mau menandatangani surat pernyataan.

“Pasien TBC yang telah melakukan penandatanganan penolakan pengobatan, dilakukan pemasangan stiker menolak dan pasien TBC yang menolak melakukan penandatanganan tersebut, maka akan dibuatkan berita acara penolakan dan pasien menandatangani surat pernyataan menolak pengobatan TBC. Jika tidak kembali melakukan pengobatan, maka akan masuk ke alur penonaktifan KK dan BPJS Kesehatan,” papar Nanik.

Aturan tak hanya bagi warga Surabaya, tapi juga bagi warga pindah datang dari luar kota.

Berdasarkan Perwali nomor 117 Pasal 1 ayat 19, Pasal 9, dan 25 huruf f, pemohon pindah masuk dari luar Kota Surabaya wajib melakukan skrining TBC di puskesmas wilayah.

“Nah, setelah pengajuan pindah masuk diterima melalui aplikasi Klampid New Generation, dilanjutkan dengan skrining TBC di puskesmas wilayah. Kemudian, hasil skrining dari puskesmas itu jadi persyaratan untuk pengambilan KTP. Lalu, apabila hasil skrining mengarah ke tanda dan gejala TBC, maka segera dilakukan tatalaksana TBC sesuai standar di fasyankes,” terangnya.

Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya menyebut, penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya, akan diminta ikut skrinning TBC setelah mengurus KK. KTP baru terbit setelah hasil skrining keluar dan dinyatakan tidak ada indikasi terjangkit TBC.

”Misalnya, dari hasil skrining itu ada tanda gejala TBC, dan mereka (pemohon) mau melakukan pengobatan, juga akan kita terbitkan (KTP). Tapi ketika hasil skrining mereka ternyata mengidap TBC, tapi tidak melakukan atau tidak bersedia untuk mengikuti program pengobatan pemkot, maka KTP tidak kita terbitkan,” tegasnya.

Hasil skrining TBC harus dilampirkan saat mengurus permohonan pencetakan KTP.

“Jadi (penonaktifan KTP) ini by system, karena kewenangan TBC ini ada di dinkes termasuk puskesmas, nanti puskesmas itu yang memberikan laporan data kependudukan pasien ke kita dan nantinya akan terekam di data kita,” tandasnya. (lta/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Rabu, 30 April 2025
25o
Kurs