Pemerintah Kota Surabaya menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya untuk menguji kadar pencemaran mikroplastik yang terkandung di dalam air hujan.
Hal ini menyusul temuan sejumlah peneliti yang mengungkap kadar mikroplastik di air hujan Kota Surabaya cukup tinggi. Dari hasil penelitian Growgreen diketahui lokasi paling tercemar mikro plastik adalah Pakis Gelora dengan kandungan sebanyak 356 partikel mikroplastik(PM) per liter, disusul Tanjung Perak dengan 309PM per liter.
Dedik Irianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menjelaskan pengujian kadar mikroplastik bersama ITS tersebut bertujuan untuk menentukan langkah berikutnya dalam kebijakan mengurangi pencemaran.
“Kami akan bekerja sama dengan ITS untuk melakukan pengujian kualitas air hujan di Kota Surabaya seperti apa. Nanti hasilnya baru bisa kita sampaikan, kemudian langkah-langkah berikutnya harus seperti apa,” kata Dedik dikonfirmasi, Selasa (18/11/2025).
Selain itu DLH Surabaya bakal melakukan upaya antisipasi pencemaran mikroplastik dengan menggencarkan pengawasan terhadap penggunaan plastik di Kota Pahlawan.
Salah satunya dengan penerapan Peraturan Wali Kota (Perwali) No.16 Tahun 2022 tentang pelarangan tas atau kantong plastik sekali pakai.
“Ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya mikroplastik di Surabaya,” ujar Dedik.
Kemudian, Dedi menyebut bakal mengoptimalkan pengelolaan sampah di TPA Benowo menggunakan sistem gasifikasi power plant yang berfungsi untuk menangkap kandungan zat mikroplastik supaya tidak mencemari udara.
“Ini juga menangkap flying ice maupun bottom ice nya yang banyak kandungan mikroplastiknya itu ditangkap. Sehingga yang pengelolaan itu semaksimal mungkin tidak menimbulkan mikroplastik di udara,” jelasnya.
Pemkot Surabaya juga rutin melakukan pengecekan kualitas udara di sejumlah titik untuk melakukan antisipasi. Serta melakukan uji kualitas air sungai yang tersebar di 44 titik Kota Surabaya.
Menurut Dedik, pengecekan kualitas air juga upaya untuk mengidentifikasi kandungan mikroplastik yang mencemari air hujan di Surabaya.
“Bisa jadi kalau sungai itu mengandung mikroplastik, kan hujan itu dari penguapan yang ada di darat ya. Jadi sungai itu menguap mungkin bisa jadi mikroplastiknya itu bersama dengan penguapan itu ketangkap ke udara dan sebagainya,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, hasil penelitian sejumlah lembaga dan komunitas mengungkap temuan air hujan di Kota Surabaya mengandung mikro plastik.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai(Jejak), Komunitas Growgreen, dan Ecoton yang berlangsung pada 11-14 November 2025 di sejumlah lokasi Kota Surabaya.
Shofiya peneliti Growgreen mengatakan, kondisi pencemaran mikro plastik ini sangat mengkhawatirkan karena mengancam kesehatan warga apabila air hujan itu tertelan dan masuk ke dalam tubuh.
“Maka kami mengimbau agar warga tidak mangap atau menelan air hujan karena masuknya air hujan akanmeningkatkan kontaminasi mikroplastik dalam tubuh” ujar Shofiyah dalam keterangannya, Senin (17/11/2025).
Lokasi penelitian berlangsung di Darmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora.
Dari sejumlah titik tersebut, lokasi paling tercemar mikro plastik adalah Pakis Gelora dengan kandungan sebanyak 356 partikel mikroplastik(PM) per liter, disusul Tanjung Perak pada posisi kedua dengan 309PM per liter.
“Tingginya tingkat pencemaran mikro plastik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, semisal di Pakis Gelora menunjukkan kadar mikroplastik tinggi karena terdapat aktivitas pembakaran sampah dan lokasi yang berdekatan dengan pasar dan jalan raya” ungkapnya.
Di sisi lain, Alaika Rahmatullah Koordinator Penelitian Mikro Plastik Kota Surabaya ini menuturkan bahwa pencemaran dalam air hujan dipicu oleh aktivitas pembakaran sampah plastik hingga aktivitas jalan raya berupa gesekan antara ban dengan aspal.
“Pembakaran sampah plastik menghasilkan jenis mikro plastik fiber,” katanya. (wld/saf/ipg)






