
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan biaya Rp6,8 miliar untuk program isbat nikah massal tidak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyebut, biaya itu hasil gotong royong dengan pihak swasta.
“Membangun Surabaya ini bukan hanya kekuatan wali kota atau pemerintah, tapi semua elemen yang ada. Seperti saat ini ada Malik Entertaiment dan banyak vendor yang ikut membantu acara pernikahan ini. Mereka memiliki rezeki, akhirnya mereka bantu warga yang tidak mampu untuk menikah,” ujarnya, dikutip Kamis (28/8/2025).
Ia menekankan pernikahan penting untuk tercatat secara sah oleh negara. Karenanya, melalui program isbat nikah, ia berharap tidak ada lagi pernikahan siri di Kota Surabaya.
Eri mengatakan, program ini rencananya juga akan kembali digelar tahun depan dan seterusnya, hingga jumlah pasangan nikah siri di Surabaya habis.
“Kami akan lakukan (acara Isbat Nikah Massal ini) sampai tidak ada lagi nikah siri. Oleh karena itu, saya berharap masyarakat juga mendukung dengan melakukan pernikahan secara resmi yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA),” harapnya
Sementara itu, Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya menjelaskan, acara yang digelar kemarin itu melibatkan paguyuban pengusaha wedding dan gabungan Makeup Artist (MUA) di Kota Surabaya.
“Semuanya adalah patungan dari penyandang dana Kota Surabaya,” ungkap Eddy.
Para pasangan yang mengikuti juga langsung mendapatkan buku nikah dan dokumen kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta akta kelahiran putra dan putrinya.
“Sebelumnya mereka para pengantin juga telah mendapatkan pendampingan psikologis dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya,” imbuhnya.
Teguh Setyabudi Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berharap, program kolaboratif ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk menekan angka nikah siri di Indonesia.
“Pola-pola seperti ini bisa ditiru oleh kabupaten maupun kota lain. Terlebih, acara ini tidak menggunakan APBD, tapi dari CSR pelaku usaha, ini menunjukkan tata kelola pemerintahan yang berjalan baik,” tutupnya. (lta/bil/ipg)