Jumat, 8 Agustus 2025

Penertiban Bangunan Liar di Kalianak Jadi Prioritas Pemkot Surabaya Karena Kawasan Rawan Banjir

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Pemerintah Kota Surabaya melakukan penandaan pada bangunan liar di bantaran Kalianak Surabaya, sebelum ditertibkan. Foto: Pemkot Surabaya

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai melakukan penertiban terhadap ratusan bangunan liar (bangli) yang membentang di sepanjang bantaran Sungai Kalianak.

Tujuannya, untuk mengembalikan fungsi sungai, mencegah banjir, dan menertibkan aset negara yang selama ini dikuasai secara ilegal.

Syamsul Hariadi, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya mengatakan, penertiban di Kalianak itu menjadi prioritas, lantaran kawasan itu masih rawan banjir dan belum memiliki sistem pengendalian air yang memadai seperti rumah pompa.

“Untuk sementara kami memang fokus ke Kalianak. Karena di sana memang banjirnya itu masih susah diselesaikan. Itu catchment area-nya (daerah tangkapan air–red) sampai ke Asemrowo, kemudian sampai ke (dekat Jalan) Tambak Dalam, itu catchment area-nya masih besar,” ujar Syamsul waktu mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (8/8/2025).

Selain itu, penertiban ini penting mengingat di wilayah utara Surabaya seperti Kalianak, Kali Kerembangan, dan Kali Sememi masih terpengaruh pasang laut karena belum dilengkapi pompa air dan pintu air.

Saat air laut pasang bersamaan dengan hujan, maka terjadi backwater atau aliran balik air yang kemudian menyebabkan genangan hingga banjir.

“Kami usahakan untuk seluruh Surabaya itu sudah nggak terpengaruh pasang laut lagi. Kalau laut pasang nggak akan masuk ke daratan lagi. Intinya seperti itu,” katanya.

Syamsul Hariadi, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya (kiri) bersama Dwi Hargianto Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya memberikan penjelasan soal penertiban bangunan liar waktu mengudara di program Semanggi Suroboyo, Jumat (8/8/2025). Foto: Billy suarasurabaya.net

Penertiban dilakukan secara bertahap berdasarkan kode teknis pengukuran STA (Station), dimulai dari STA 0 sampai STA 700 atau sekitar 700 meter dari titik awal jembatan. Pada tahap awal ini, Pemkot menertibkan lebih dari 230 bangunan.

Adapun bangunan liar yang ditertibkan itu, kata Syamsul, dipastikan tidak memiliki alas hak dan dibangun di atas lahan milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

Namun demikian, Syamsul menjelaskan meskipun aset sungai berada di bawah kewenangan BBWS Brantas, Pemerintah Kota tetap mengambil peran aktif karena banjir di kawasan itu berdampak langsung pada warga Surabaya.

Ke depan, Pemkot dan BBWS berencana membuat pembatas sungai seperti plengsengan atau beton, agar batas ruang sungai lebih jelas dan tidak kembali diduduki.

“Misalkan dengan cara di KCSP, di beton ataupun di plengseng. Sehingga masyarakat ini tahu batasnya itu sampai mana sungainya itu. Kalau itu nunggu sampai selesai sekitar 3 kilo, khawatirnya nanti ketika kita sudah sampai yang ujung sana, (yang sisi lainnya) balik ditempati bagaimana?” jelas Syamsul.

Target penuntasan penertiban seluruh area sepanjang 3 km ini diharapkan bisa selesai tahun ini, sebelum musim hujan berikutnya datang. Pemkot juga sudah memetakan kawasan rawan lain yang akan ditindaklanjuti, antara lain Karangpilang, Medoan, dan Wonorejo.

Sementara untuk mekanisme penertiban, Dwi Hargianto Kepala Bidang Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya menjelaskan, prosesnya dilakukan secara bertahap, sesuai aturan yang berlaku dan memperhatikan aspek sosial.

“Artinya kita sudah berkolaborasi dengan teman-teman dari tim sosialisasi. Ada teman-teman dari lingkungan pemerintah kota Surabaya, pemerintah provinsi maupun dari BBWS sendiri. Kita memetakan, setelah kita petakan, kita lakukan sosialisasi. Pertama kali adalah pemetaan, sosialisasi, penandaan, sekaligus nanti surat peringatan,” jelas Dwi.

Menurutnya, dasar hukum yang digunakan dalam penertiban adalah Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya. Salah satunya Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.

“Landasan hukumnya dari Perda, dari Perwali, itu yang jadi dasar kita untuk melakukan penertiban. Jadi bukan kita semena-mena, tapi sesuai prosedur,” tegasnya.

Dwi menambahkan, jika bangunan yang akan dibongkar ternyata berada di tanah negara, tanah pemerintah, atau fasilitas umum, maka status kepemilikan dan izin pendirian bangunan menjadi aspek penting dalam proses penertiban.

“Kalau bangunan berdiri di atas tanah negara, atau tanah pemerintah, apalagi fasilitas umum, itu kan tidak boleh. Itu juga jadi dasar kita menindak,” tambahnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Jumat, 8 Agustus 2025
32o
Kurs