Kamis, 9 Oktober 2025

Polling SS: Masyarakat Setuju Daftar Pemblokiran IMEI Komdigi, Pakar Keamanan Siber Ingatkan PR-nya di Birokrasi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Wawasan Polling Suara Surabaya soal pendaftaran pemblokiran IMEI, Kamis (9/10/2025). Grafis: Bram suarasurabaya.net

Pemerintah tengah menyiapkan regulasi baru untuk memblokir nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) ponsel yang hilang atau dicuri. Wacana ini muncul sebagai langkah mitigasi kejahatan pencurian ponsel yang tercatat menjadi salah satu kasus tertinggi di Indonesia per 2024.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), pencurian ponsel menjadi kasus paling banyak terjadi dari delapan jenis kejahatan tertinggi di Indonesia per 2024.

Komdigi melihat fungsi IMEI ini bisa diperluas dan menekan angka pencurian ponsel. Dengan masyarakat mendaftar untuk memblokir IMEI-nya, ponsel curian akan kehilangan nilai jualnya, karena tidak bisa digunakan lagi untuk telepon atau akses internet via seluler.

Nomor IMEI sendiri merupakan identitas unik setiap ponsel. Dengan nomor ini, operator seluler dapat mengenali perangkat resmi yang terdaftar dalam database pemerintah. Indonesia juga telah memiliki regulasi pendaftaran IMEI untuk memberantas peredaran HP black market yang masuk tanpa izin resmi.

Sementara dalam diskusi yang digelar Suara Surabaya Media lewat program Wawasan Polling, Kamis (9/10/2025), masyarakat cenderung setuju dengan kebijakan yang dirancang Kemkomdigi tersebut.

Dalam diskusi di radio yang dicatat Tim Gate Keeper Suara Surabaya, baik yang mengudara maupun tidak, sebanyak 26 dari 51 (50,9 persen) pendengar setuju untuk mendaftarkan pemblokiran IMEI ponsel-nya yang hilang ke Komdigi. Sedangkan sisanya, 25 pendengar (49,1) persen memilih tidak mendaftarkan.

Kecenderungan masyarakat memilih mendaftarkan pemblokiran IMEI ponsel-nya yang hilang juga terungkap di polling instagram Suara Surabaya Media. Sebanyak 164 dari 215 (76 persen) voters, memilih mendaftarkan pemblokiran IMEI-nya ke Komdigi. Sedangkan 51 voters sisanya (24 persen), memilih tidak mendaftar blokir.

Adapun dalam program Wawasan Polling, masyarakat yang setuju untuk mendaftar juga memberikan beberapa catatan. Misal regulasinya harus jelas, hingga data masyarakat lebih dijamin keamanannya.

Di sisi lain, masyarakat yang tidak setuju untuk mendaftar, beranggapan kalau pemblokiran secara personal saja sudah cukup, dan mereka tidak ingin lebih ribet.

Tanggapan Pakar Keamanan Siber: Bagus, Tapi PR-nya Mulai Birokrasi Adiminstrasi hingga Kemananan Data

Menanggapi hal ini, Ridho Rahman Hariadi, Pakar Keamanan Siber Laboratorium Kota Cerdas dan Keamanan Siber ITS, menilai kebijakan tersebut cukup baik dan berpotensi menekan angka pencurian ponsel.

“Menurut saya untuk ID phishing email ini cukup baik, utamanya terhadap pencurian ponsel yang banyak terjadi selama ini. Harapannya pencurian itu bisa turun, sehingga keamanan konsumen juga bisa terjadi di sini,” ujarnya saat berbincang dalam program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (9/10/2025).

Ridho menjelaskan, wacana dari Komdigi ini akan disertai mekanisme registrasi email dan pencatatan data kepemilikan perangkat. Nantinya, data ponsel dan pemilik akan tercatat di sistem pemerintah, sehingga jika ponsel hilang atau dicuri, pengguna bisa melapor agar IMEI ponsel diblokir sementara.

“Jadi nanti ketika HP kita hilang, kita bisa melaporkan ke pemerintah bahwa akan terjadi pemblokiran IMEI, dan setelah nanti (HP kita) ditemukan, itu bisa kembali dibuka blokirnya,” jelasnya.

Meski demikian, Ridho mengingatkan sejumlah hal yang perlu diperjelas sebelum kebijakan ini diterapkan. Menurutnya, mekanisme pelaporan, durasi pemblokiran, serta birokrasi administrasi harus dipastikan tidak menyulitkan masyarakat.

“Hal yang masih menjadi pertanyaan saat ini bagaimana mekanisme pelaporannya, kemudian pemblokirannya berapa lama. Biasanya yang agak lama di negara kita itu birokrasinya. Jadi apakah laporan ke kepolisian itu juga masih menjadi tanda tanya, apakah tidak dipersulit, atau ada biaya lain-lain, itu teman-teman masih belum tahu,” kata Ridho.

Ia juga menyoroti aspek data kepemilikan perangkat yang selama ini belum tercatat secara detail. Meskipun IMEI ponsel sudah terdata, pemerintah belum memiliki keterkaitan langsung antara nomor IMEI dengan identitas pengguna.

“Sebetulnya IMEI kita ini sudah tercatat, mana saja yang legal dan mana saja yang ilegal. Tapi kan tidak ada nama kita di sana. Mereka tidak tahu IMEI ini milik siapa, karena kita beli online, juga belum tentu online pakai nama asli atau NIK. Sehingga nanti kalau ada yang melaporkan HP saya hilang, bagaimana pembuktiannya kalau itu memang punya saya,” ujarnya.

Karena itu, Ridho menyarankan agar proses registrasi IMEI dilakukan sebelum ponsel hilang, bukan setelahnya. Tujuannya, agar data kepemilikan bisa diverifikasi lebih cepat dan akurat.

Dari sisi keamanan siber, Ridho mengingatkan pemerintah untuk memastikan perlindungan data pribadi pengguna dalam sistem ini. Ia menilai risiko kebocoran data masih menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu diperbaiki sebelum kebijakan diterapkan secara nasional.

“Kebocoran data itu masih menjadi PR kita. Sudah banyak data kita yang disetorkan ke tempat-tempat tertentu itu akhirnya bocor. Jadi memang itu suatu masalah yang wajib kita perbaiki agar tidak terjadi lagi ke depannya,” ungkapnya.

Meski ada risiko, Ridho menilai manfaat kebijakan ini tetap lebih besar karena dapat menekan angka pencurian ponsel secara signifikan.

“Salah satu risikonya mungkin kebocoran data, tapi keuntungannya adalah pencurian HP itu akan turun sih. Kalau saya lebih banyak manfaatnya, kalau saya nilai,” katanya.

Ridho pun memberi sejumlah catatan bagi pemerintah agar kebijakan ini bisa berjalan efektif. Mulai dari keamanan server dan komunikasi data, mekanisme birokrasi yang efisien, hingga pelibatan pakar keamanan dalam melakukan penetration testing (pentest).

“Yang pertama adalah keamanan data, keamanan server, keamanan komunikasi itu wajib dipastikan. Di Indonesia sudah banyak ahlinya dan mereka bisa dilibatkan untuk melakukan pentest. Kalau di Singapura itu semua aplikasi, baik pemerintah maupun swasta, wajib uji keamanan sebelum diluncurkan. Nah, di kita banyak aplikasi pemerintah yang belum melalui pentest lengkap,” terang Ridho.

Langkah pengujian keamanan itu, lanjutnya, menjadi kunci agar kebijakan pemblokiran IMEI tidak disalahgunakan dan benar-benar bisa melindungi pengguna dari pencurian maupun pelacakan tanpa izin.

“Kalau mekanismenya sudah jelas, harus menyertakan NIK dan menunjukkan KTP, tentu orang yang tidak berhak tidak bisa memblokir IMEI orang lain,” tegasnya.

Menurut Ridho, pemblokiran IMEI akan cukup efektif menekan pencurian ponsel, meskipun masih ada tantangan teknis seperti praktik IMEI cloning atau IMEI writing pada tipe ponsel tertentu.

“Ini akan efektif menurunkan pencurian meskipun hal-hal seperti IMEI cloning masih bisa dilakukan untuk tipe-tipe HP tertentu. Tapi itu tidak mudah dan berbeda-beda tiap jenis ponsel,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Kamis, 9 Oktober 2025
33o
Kurs