
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025 lalu, pemerintah provinsi Jawa Barat memberlakukan kebijakan yang melarang siswa SD dan SMP membawa ponsel dan sepeda motor.
Larangan ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan siswa dan mendukung proses belajar mengajar yang lebih fokus.
Sementara larangan membawa motor ke sekolah, ditujukan untuk mencegah pelanggaran hukum siswa yang belum memenuhi syarat berkendara, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Meski kebijakan ini mendapat apresiasi dari Meutya Hafid Menteri Komunikasi dan Digital, tapi masyarakat memberikan reaksi beragam.
Beberapa mendukung langkah ini sebagai upaya mendisiplinkan siswa dan meningkatkan keselamatan. Namun di sisi lain, beberapa masyarakat khawatir akan dampaknya terhadap aksesibilitas dan komunikasi siswa, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari sekolah.
Menurut Anda, setuju atau tidak dengan larangan siswa membawa motor ke sekolah?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (15/5/2025) pagi, masyarakat cenderung setuju dengan larangan siswa membawa motor ke sekolah, seperti yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 97 persen peserta polling menyatakan setuju dengan adanya larangan tersebut. Sedangkan, 3 persen lainnya mengaku tidak setuju dengan beberapa alasan.
Kemudian, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 89 persen menyatakan setuju dengan larangan siswa membawa motor ke sekolah. Sedangkan 11 persen lainnya menyatakan tidak setuju.
Mengenai hal itu, Ir Yusuf Masruh Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kota Surabaya memastikan bahwa larangan siswa membawa motor ke sekolah sudah diterapkan di Kota Pahlawan.
Yusuf memiliki alasan mengapa larangan itu diterapkan dan perllu dipatuhi oleh semua pihak, tak terkecualil orang tua. Karena selain untuk menjaga keamanan, juga menghindari adanya kesenjangan psikologis anak.
“Larangan ini juga sudah sering saya sampaikan pada orang tua agar tidak dianggap remeh, mau sekolahnya jauh atau dekat. Karena kondisi emosional pada anak di bawah umur, belum bisa dikatakan stabil,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya.
Yusuf menilai, larangan siswa membawa motor ke sekolah adalah sebuah permasalahan yang kompleks. Beberapa orang tua mempercayakan anak membawa motor karena kesibukan.
“Padahal ada moda transportasi lain yang bisa digunakan untuk mengantar anak ke sekolah kalau orang tua tidak bisa,” ungkapnya.
Menurut Yusuf, mempercayakan anak membawa kendaraan motor sendiri adalah gambling yang terlalu tinggi. Karena mempertaruhkan keamanan dan emosi anak yang tidak stabil.
Yusuf berpesan pada orang tua murid untuk tidak terlalu kasihan pada anak dalam masa memberikan edukasi.
“Jangan terlalu kasihan sama anak. Karena yang namanya memberikan edukasi, memang rasanya pahit. Tapi kita kan bertujuan untuk menciptakan masa depan yang indah buat mereka,” tandas Yusuf.(kir/ipg)