Kamis, 20 November 2025

Psikiater PDSKJI: Kasus Bullying Meningkat, Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
dr. Zulvia Oktanida Syarif Psikiater Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam Dialektika Demokrasi di gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (20/11/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Maraknya kasus bullying di lingkungan sekolah kembali menjadi perhatian serius para ahli kesehatan jiwa.

dr. Zulvia Oktanida Syarif Psikiater Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyampaikan bahwa kekerasan antar pelajar kini bukan hanya meningkat jumlahnya, tetapi juga memperlihatkan dampak kesehatan mental yang semakin mengkhawatirkan.

dr. Vivi panggilan akrabnya menegaskan bahwa bullying adalah bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang kepada individu yang tidak berdaya, baik secara fisik, verbal, maupun melalui dunia digital (cyberbullying).

“Bullying itu kekerasan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyakiti orang lain. Dampaknya sangat signifikan terhadap perkembangan otak anak dan remaja yang sedang berada pada fase krisis identitas,” jelas dr. Vivi dalam Dialektika Demokrasi di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Menurut dia, tekanan sosial pada remaja sangat tinggi karena mereka sedang membangun identitas diri dan sangat bergantung pada penerimaan teman sebaya serta lingkungan.

“Ketika tidak ada penerimaan dari lingkungannya, di situlah mulai muncul berbagai isu kesehatan mental. Dampaknya bisa berupa kecemasan, depresi, bahkan depresi berat yang berujung pada keinginan mengakhiri hidup,” tegasnya.

Ia menambahkan, korban bullying tidak selalu menunjukkan reaksi yang sama. Ada yang menjadi agresif kepada diri sendiri, melukai diri, atau justru bersikap agresif terhadap orang lain sebagai bentuk pelampiasan atau upaya memperoleh kontrol.

dr. Vivi juga menyoroti kelompok anak yang rentan menjadi korban, seperti anak berkebutuhan khusus, anak dengan gangguan pemusatan perhatian, atau mereka yang memiliki kondisi fisik tertentu.

“Ketika kerentanan ini ditambah pola pengasuhan yang kurang baik atau minimnya kedekatan emosional dengan orang tua, dampaknya bisa menjadi sangat besar,” ujarnya.

Vivi juga menjelaskan penelitian terbaru PDSKJI terkait kondisi kesehatan mental remaja Indonesia. Satu di antara temuan utama adalah rendahnya fungsi eksekutif otak remaja.

“Temuan riset menunjukkan 81% remaja memiliki fungsi eksekutif rendah. Ini memengaruhi kemampuan mengambil keputusan, mengendalikan impuls, mengelola emosi, hingga kemampuan merencanakan tindakan,” kata dr. Vivi.

Ia menyebutkan bahwa remaja saat ini hidup dalam tekanan sosial yang lebih tinggi, ditambah paparan digital yang tidak terkendali. Gadget membantu pembelajaran, namun juga mempercepat disfungsi memori, perhatian, dan konsentrasi bila tidak digunakan dengan bijak.

“Kita melihat generasi yang cerdas secara akademik, tetapi rapuh secara psikologis,” lanjutnya.

Melihat kondisi tersebut, kata Vivi, PDSKJI mendorong sekolah untuk melakukan skrining fungsi eksekutif dan kesehatan mental secara berkala. Pelatihan bagi guru dan orang tua juga dianggap penting agar mampu mendeteksi dini masalah regulasi emosi pada anak.

PDSKJI juga mengusulkan integrasi kurikulum yang berfokus pada penguatan fungsi eksekutif, peningkatan akses layanan kesehatan jiwa remaja, hingga kampanye nasional berbasis sains dan empati.

“Untuk mewujudkan Indonesia Emas, kita bukan hanya membutuhkan generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang kuat secara emosional,” tegasnya.

Dalam praktiknya, dr. Vivi mengaku sering menangani remaja dengan depresi berat akibat bullying. Beberapa di antaranya memilih berhenti sekolah bahkan menunjukkan perilaku melukai diri.

“Ada yang sampai drop out karena tidak sanggup menghadapi tekanan. Ada pula yang datang dalam kondisi sudah melakukan self-harm dan punya kecenderungan bunuh diri. Ini sangat mengkhawatirkan,” pungkasnya.

PDSKJI berharap seluruh pihak orang tua, sekolah, dan masyarakat, lebih responsif terhadap keluhan anak terkait bullying dan tidak lagi menganggapnya sekadar candaan atau kenakalan remaja.(faz/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Kamis, 20 November 2025
27o
Kurs