
Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan meminta Badan Gizi Nasional (BGN) mengakselerasi belanja program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang baru terealisasi sebesar Rp2,3 triliun per 29 April 2025.
“Kami harap ada percepatan belanja dari BGN untuk MBG,” kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta, Rabu (30/4/3035).
Wamenkeu menjelaskan, realisasi belanja MBG per Februari tercatat Rp300 miliar. Artinya, penyaluran belanja MBG pada Maret dan April mencapai Rp2 triliun atau masing-masing Rp1 triliun per bulan.
“Ini tentunya akan terus meningkat,” tambahnya, dilansir Antara.
Jumlah penerima manfaat program per 29 April 2025 sebanyak 3,27 juta orang dengan rincian pra SD (sekolah dasar) 178.679, SD/MI (madrasah ibtidaiyah) 1.415.746, SMP/MTs (madrasah tsanawiyah) 935.014, dan SMA/MA (madrasah aliyah)/SMK 691.857 penerima.
Kemudian, ponpes (pondok pesantren) 16.393, SLB (sekolah luar biasa) 6.276, balita 12.004, ibu hamil 3.771, ibu menyusui 4.645, PKBM 1.125, dan seminari 352 penerima.
Jumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi atau SPPG (dapur umum) yang telah beroperasi hingga sejauh ini 1.102 SPPG.
Suahasil melanjutkan, alokasi anggaran MBG rencananya akan ditambahkan dari pagu awal Rp71 triliun menjadi Rp171 triliun pada kuartal IV.
Penambahan anggaran itu bertujuan untuk memenuhi instruksi Prabowo Subianto Presiden yang meminta target sasaran ditingkatkan dari 17,9 juta penerima manfaat menjadi 82,9 juta penerima, yang dilayani oleh 32 ribu SPPG.
“Kami siagakan menjadi Rp171 triliun karena pada kuartal IV akan bertambah jumlah penerima. Ini kami siagakan dan akan kami alokasikan anggarannya,” tutur Suahasil.
Dalam kesempatan terpisah, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) memantau pelaksanaan program MBG di SMP Negeri 23 Kota Depok, Jawa Barat.
Luhut Binsar Pandjaitan Ketua DEN menyatakan, pemantauan dan pengawasan yang ketat dalam implementasi program MBG sangat penting untuk dilakukan agar dampaknya dapat dirasakan secara maksimal.
Untuk menjamin keberlanjutan dan efektivitas program, beberapa langkah penguatan implementasi juga diperlukan, seperti business process review dan audit rutin oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Luhut menekankan, ekosistem itu harus didukung tata kelola yang transparan, pelibatan masyarakat, serta penggunaan data yang akurat dan konsisten.
Dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan, diharapkan rantai pasok dapat tetap terjaga, potensi kebocoran dapat diminimalkan, dan manfaat program dapat dirasakan tepat sasaran tanpa adanya penyimpangan.(ant/dra/ham/rid)