Prof. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan menegaskan bahwa dunia kini memasuki peradaban teknologi yang sangat disruptif, sehingga konflik global hingga dinamika politik domestik berubah drastis.
Hal ini disampaikan dalam Panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun bertajuk “Membaca Masa Depan Indonesia: Refleksi Demokrasi, Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan, dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi” yang berlangsung di Rumah Perubahan, Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/12/2025).
Dalam paparannya, Rhenald menggambarkan bagaimana teknologi mengubah bentuk peperangan, dinamika sosial, hingga kualitas demokrasi modern.
“Dulu perang harus pakai tentara. Sekarang perang pakai drone. Dan drone murah. Bahkan negara-negara besar pun membeli dari negara yang sama. Hari ini perang menjadi sangat murah sehingga konflik akan semakin banyak di dunia,” ujar Rhenald.
Rhenald menyebut bahwa meski konflik bersenjata terlihat meningkat di berbagai negara, di Indonesia konflik justru lebih sering terjadi di ruang digital, terutama media sosial. Ruang yang semula menjadi tempat masyarakat menyalurkan pendapat kini sarat dengan manipulasi.
“Pertengkaran sekarang pindah ke media sosial. Apa yang ada di hati dan pikiran masyarakat dituangkan di sana, tapi tidak semuanya suara murni masyarakat. Ada robot, ada buzzer yang dibayar,” ungkapnya.
Ia bahkan mencontohkan bagaimana teknologi dipakai untuk membangun narasi melalui rekayasa visual, termasuk membuat gambar wajah seseorang sedang diborgol atau dirawat di rumah sakit dengan memanfaatkan AI.
“Kita tidak tahu siapa yang mengirim. Bisa jadi orang yang tidak suka dengan konten kita. Biasanya orang seperti itu punya uang dan memasang iklan untuk menyebarkannya,” kata Rhenald.
Menurutnya, teknologi yang mampu membaca dan mengumpulkan data kini menjadi faktor sangat strategis. Dalam konteks politik maupun persaingan antarorganisasi, kekuatan utama bukan hanya manusia, melainkan mesin-mesin analisis yang dapat menangkap informasi dalam jumlah besar.
“Mesin teknologi hari ini bisa menyerap data yang benar dan yang salah. Tergantung pada kita menggunakannya. Validasi manusia menjadi sangat penting,” tegasnya.
Rhenald menilai kemampuan membedakan mana percakapan asli dan mana manipulasi digital menjadi keahlian baru yang sangat penting dalam menjaga kualitas demokrasi.
Lebih jauh, ia mempertanyakan bagaimana demokrasi bisa tetap berjalan sehat ketika teknologi mulai menggantikan suara publik.
“Kalau demokrasi itu suara rakyat adalah suara Tuhan, maka ketika teknologi menggantikan itu, masihkah suara rakyat adalah suara Tuhan?” ujarnya.
Menurutnya, fenomena politik dunia menunjukkan bagaimana kekuatan teknologi dapat memunculkan kembali tokoh-tokoh yang sebelumnya diramalkan tidak akan kembali ke panggung politik, seperti Donald Trump maupun keluarga Marcos di Filipina.
“Siapa yang menguasai teknologi bisa menguasai dunia. Bisa menguasai Indonesia. Tapi validasi dan pengecekan itu penting sekali karena demokrasi tidak akan berjalan tanpa informasi yang benar,” jelasnya.
Rhenald juga menyinggung hadirnya era quantum technology yang ia sebut akan mengguncang berbagai bidang kehidupan, termasuk keamanan informasi hingga metodologi keilmuan.
“Teknologi menuju ke quantum. Quantum ini luar biasa, akan membongkar banyak rahasia kehidupan. Password saja bisa dibaca dengan quantum,” pungkasnya.
Menurutnya, kecepatan quantum technology bahkan melampaui metodologi ilmiah tradisional, sehingga banyak hal yang selama ini dianggap relevan akan berubah secara drastis dalam waktu dekat. (faz/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
