Jumat, 21 November 2025

Temuan Riset Ecoton Soal Mikroplastik di Air Hujan, DLH Surabaya Ingatkan Larangan Bakar Sampah

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
(kiri) Dedik Irianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bersama (kanan) Prigi Arisandi aktivis lingkungan hidup sekaligus pendiri Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) saat talkshow Program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (21/11/2025). Foto. M. Irfan Azhari Mg suarasurabaya.net

Temuan mikroplastik belakangan gempar jadi perbincangan di Kota Surabaya. Berdasarkan penelitian terbaru sejumlah lembaga dan komunitas pegiat lingkungan, mikroplastik kini terdeteksi di air hujan yang turun di sejumlah titik Kota Surabaya.

Temuan ini pun dinilai sebagai alarm dan peringatan dini (early warning system) agar masyarakat juga pemerintah lebih ketat mengendalikan polusi plastik, terutama dari pembakaran sampah dan serpihan plastik yang terurai di lingkungan.

Prigi Arisandi, aktivis lingkungan dan pendiri Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) yang juga terlibat penelitian itu mengatakan, pengambilan sampel dilakukan sejak November 2025 di beberapa lokasi menggunakan alat penangkap air hujan, yang ditempatkan 2–4 meter dari permukaan tanah.

“Kita ngambil sampel di Bondowoso, Jember, Mojokerto, Sidoarjo, dan terus terutama kemarin di November kemarin tanggal 11-14 itu di Surabaya. Kita ngambil di Perak, terus di HR Muhammad, kemudian di daerah Unair, terus di Ketintang, kemudian Wonokromo, Pakis Gelora,” bebernya saat mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (21/11/2025).

Dari hasil laboratorium itu, lanjut Prigi, titik dengan jumlah mikroplastik tertinggi berada di kawasan Perak, yakni mencapai sekitar 300 partikel per liter air hujan.

“Kalau di Surabaya ini yang paling banyak di Perak hampir 300-an partikel dalam 1 liter air itu. Terus rata-rata saya memang kecil, rata-rata sekitar 14 memang jauh di bawah di Jakarta. Tapi ini menjadi warning, bagi kita di Surabaya kalau sudah ada mikroplastik di air hujan kita,” ujarnya kepada Dedik Irianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya yang juga hadir di Semanggi Suroboyo.

Prigi menambahkan, hasil lanjutan pengujian di laboratorium UIN Sunan Ampel Surabaya menunjukkan mikroplastik yang ditemukan mayoritas berasal dari gesekan ban kendaraan dengan aspal, kemudian plastik kemasan, serta plastik yang terdegradasi karena panas.

“Kemudian plastik-plastik yang waterproof, tas kresek, sedotan, kena matahari, kena air itu kan lama-lama merotoli, menjadi kecil, ungkapnya.

Menurut pendiri Ecoton itu, yang memperparah pencemaran mikroplastik ini tak lain juga karena perilaku masyarakat membakar sampah menjadi penyumbang signifikan polusi mikroplastik ke udara.

“56 persen perilaku masyarakat itu adalah hobinya itu membakar sampah. Dia akan menjadi fiber, menjadi benang-benang, 98 persen mikroplastik yang kita tangkap itu adalah jenis fiber.”

Menurutnya, mikroplastik bisa masuk ke tubuh melalui udara, kulit, dan makanan. Karena itu Prigi memberi pesan agar masyarakat mengurangi penggunaan plastik dan berhenti membakar sampah.

“Kami rilis itu ya jangan mangap (mulut terbuka) kalau ada hujan. Terutama di Perak ada 300 partikel per liter. Jangan bakar sampah juga sebenarnya, karena kesannya itu hilang, dia enggak hilang. Dia akan terdispersi atau berubah bentuk menjadi yang lebih kecil dan itu akan dihirup,” bebernya.

Ia juga menegaskan perlunya standar baku mutu nasional. “Kita akan mendorong ke pemerintah untuk membuat baku mutu standar aman plastik dalam seafood, dalam air yang kita minum dan dalam udara.”

Menanggapi temuan Ecoton, Dedik Irianto Kepala DLH Kota Surabaya menegaskan bahwa pembatasan penggunaan plastik dan larangan membakar sampah sebetulnya sudah lebih dulu diberlakukan Pemkot melalui regulasi resmi.

“Aturan-aturan terkait pembatasan pemakaian plastik, sampah plastik terutama itu sudah lama dilakukan oleh pemerintah kota. Salah satunya Peraturan Walikota Nomor 16 Tahun 2022 pembatasan penggunaan kantong plastik di Surabaya,” beber Dedik.

Menurutnya, kebijakan ini sebetulnya juga sudah berhasil mengurangi timbunan sampah plastik signifikan. Per harinya, menurut data DLH, sudah berkurang 2 ton sampah plastik.

Dedik juga menegaskan ada sanksi tegas bagi pembakar sampah plastik melalui mekanisme tim yustisi. Apabila ada masyarakat yang tertangkap tangan saat sengaja membuang sampah tidak pada tempatnya, maupun membakar sampah sembarangan, sanksi sudah disiapkan.

“Sanksinya berupa kurungan maksimal 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,” tegasnya.

Dedik menambahkan penegakan dilakukan setiap hari, meski masih banyak warga belum sadar soal risiko sampah plastik. “Setiap hari kita lakukan, Mbak, tapi ya itu tadi belum semuanya warga kita ini sadar,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Jumat, 21 November 2025
32o
Kurs