
Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS), resmi menandatangani perintah eksekutif untuk mengganti nama Kementerian Pertahanan menjadi Departemen Perang AS, Jumat (5/9/2025).
Langkah ini jadi kontroversial, mengingat Trump selama berbulan-bulan terakhir telah mengampanyekan Nobel Perdamaian. Dia menyebut kalau upaya ini untuk menegaskan bahwa AS adalah kekuatan yang harus diperhitungkan di dunia.
“Saya pikir ini mengirimkan pesan kemenangan. Saya pikir ini benar-benar mengirimkan pesan kekuatan,” ujar Trump saat penandatanganan perintah yang memberi Pentagon sebutan baru sebagai Department Perang, seperti dikutip AP News, Sabtu (6/9/2025).
Secara hukum, perubahan nama tetap membutuhkan persetujuan Kongres. Namun, sejumlah sekutu dekat Trump di Capitol Hill langsung mengajukan rancangan undang-undang untuk mengesahkan perubahan tersebut.
Meski belum final, perubahan sudah terlihat. Situs resmi Pentagon berganti dari defense.gov menjadi war.gov. Papan nama di kantor Pete Hegseth Menteri Pertahanan juga ikut diganti. Bahkan, Trump menyebut akan ada desain baru untuk seluruh alat tulis resmi pemerintah.
Pete Hegseth yang kini disebut Trump sebagai Menteri Perang, menegaskan strategi militer AS ke depan akan lebih ofensif. “Kita akan mengambil langkah ofensif, bukan hanya defensif, dengan mengandalkan letalitas maksimum tanpa harus politis dan benar,” katanya.
Langkah Trump ini disebut sebagai bagian dari upaya merombak wajah militer AS sekaligus menghapus ideologi progresif, yang menurutnya melemahkan tentara.
Sebelumnya, Trump mengganti nama sejumlah pangkalan militer, melarang prajurit transgender bertugas, hingga menghapus konten yang menghormati kontribusi perempuan dan minoritas di situs militer.
Trump juga dikenal mendorong tindakan militer agresif. Ia pernah memerintahkan serangan pembom siluman ke fasilitas nuklir Iran dan baru-baru ini memerintahkan penghancuran kapal yang disebut membawa narkoba di lepas pantai Venezuela.
Meski keras dalam kebijakan militer, Trump tetap bersikeras bahwa langkahnya sejalan dengan obsesinya meraih Nobel Perdamaian. Menurutnya, perdamaian hanya bisa tercapai dari posisi kekuatan.
“Saya pikir saya berhasil membawa perdamaian justru karena kita kuat,” ujarnya, sembari mengutip moto Ronald Reagan Presiden: peace through strength (perdamaian melalui kekuatan).
Trump bahkan mengklaim telah membantu menyelesaikan konflik India–Pakistan, Rwanda–Republik Demokratik Kongo, hingga Armenia–Azerbaijan. Namun, ia juga mengakui frustrasi karena perang Rusia–Ukraina tak bisa segera diakhiri.
Di saat bersamaan, Greg Steube anggota DPR dari Partai Republik asal Florida sekaligus veteran Angkatan Darat, mengajukan rancangan undang-undang untuk mengesahkan nama baru tersebut.
“Sejak 1789 hingga akhir Perang Dunia II, militer Amerika Serikat berjuang di bawah panji Kementerian Perang. Sudah selayaknya kita menghormati teladan abadi mereka dengan mengembalikan nama itu,” kata Steube. (bil/iss)