Jumat, 1 Agustus 2025

Wawasan Poling: Setuju Atau Tidak Anak SD Punya HP Sendiri?

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi. Anak bermain ponsel. Foto: Lookout

Indonesia masuk dalam lima besar pengguna ponsel pintar (smartphone) terbanyak di dunia dengan jumlah sebanyak 187,7 juta dari populasi Indonesia sebanyak 275,5 juta. Indonesia menduduki posisi keempat setelah China, India, dan Amerika.

Tahun lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data individu yang memiliki ponsel didominasi orang-orang kelahiran 2000 atau berusia 15 hingga 24 tahun. Pada 2021 sebesar 90,78 persen dan 2022 proposinya naik jadi 91,82 persen.

Urutan kedua, didominasi orang-orang berusia 26 hingga 64 tahun dengan proporsi 74,8 pesen. Urutran tiga, orang-orang dengan usia di bawah 15 tahun dengan proporsi 36,00 persen. Kemudian, usia 65 tahun plus dengan proporsi 26,87 persen.

Menariknya, usia di bawah 15 tahun, yang berarti anak tersebut masih di usia SD atau SMP, justru lebih besar kepemilikan ponselnya dibanding usia lebih dari 65 tahun.

Bill Gates pendiri Microsoft sekaligus tokoh teknologi dunia menyampaikan, anak-anak seharusnya tidak diizinkan mempunyai ponsel sendiri sampai menginjak usia 14 tahun. Ia percaya, menunda pemberian ponsel kepada anak bisa membantu mereka lebih aktif mengembangkan keterampilan sosial dan akademis.

Berdasarkan laporan “Kids & Tech: The Evolution of Today’s Digital Natives” tahun 2016, usia rata-rata anak mendapatkan ponsel pertama mereka adalah 10,3 tahun, namun kata Stacy Bebroff Kepala Eksekutif Influence Central, usia itu terlalu muda.

Dalam diskusi di Program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (31/7/2025) pagi, mayoritas masyarakat menyatakan tidak setuju apabila anak-anak SD sudah mempunyai ponsel pribadi.

Berdasarkan data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, di sosial media instagram menunjukkan 28 persen masyarakat mengaku setuju apabila anak SD boleh bermain ponsel sedangkan 72 persen menyatakan tidak setuju.

Sementara itu sepanjang program wawasan berlangsung sebanyak 31 persen pendengar Radio Suara Surabaya setuju dan 69 sisanya tidak setuju anak SD bermain ponsel.

Ahmad Fathoni Pendengar Radio Suara Surabaya menyatakan tidak setuju apabila anak-anak SD sudah memiliki ponsel pribadi, sebab dapat memecah fokus anak dan membuat nilai anaknya menurun.

“Tidak setuju karena nilainya menurun,” kata dia.

Fathoni menceritakan, awalnya ia memberikan ponsel kepada sang anak untuk keperluan komunikasi dan kepentingan sekolah sekaligus sebagai reward karena anaknya berprestasi.

Setelah diberi ponsel, kata Fathoni, anaknya terlalu sering bermain hingga mempengaruhi nilainya.

“Karena tugas-tugas sekolah pun memang sudah lewat handphone dan komunikasi antara mereka dengan gurunya lewat WhatsApp juga,” ujar Thoni.

“Karena saya dengan istri juga mau ngasih reward karena kebetulan dia mempunyai prestasi,” lanjutnya.

Sementara itu, Basri menyatakan setuju namun dengan catatan ada dalam pengawasan orang tua. Ia mengatakan, terdapat sisi positif mengenalkan teknologi sejak dini kepada anak.

Basri memberi aturan kepada sang anak untuk bermain ponsel jika besoknya libur, meskipun diperbolehkan bermain ponsel, Basri tidak memberikan nomor kepada ponsel sang anak dan menghubungkan gmail-nya agar tahu riwayat game anaknya di dalam ponsel.

“Kalau dari sisi teknologi, saya setuju karena sebagai poengenalan teknologi emang harus diperkenalkan sejak dini agar mempunyai pola mindset perkembangan teknologi seperti apa,” ujarnya.

“Akhirnya saya buat aturan ke anak sendiri saya untuk main hp ketika besoknya libur,” tambahnya.

“Kalau instal sesuatu harus connect ke gmail saya, gitu. Dan HP anak-anak ini nggak saya kasih nomor,” kata dia.(dis/wld/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Jumat, 1 Agustus 2025
23o
Kurs