Setelah bertemu dengan Luiz Inacio da Silva Presiden Brasil, Prabowo Subianto Presiden RI meminta agar Bahasa Portugis diajarkan pada anak-anak sekolah di Indonesia. Tujuannya, agar hubungan Indonesia dan Brasil bisa menjadi lebih baik.
Perintah itu disampaikan Prabowo pada 23 Oktober 2025 lalu. Dia menyebut, Bahasa Portugis bisa menjadi bahasa prioritas di pendidikan Indonesia, selain Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Korea, Bahasa Prancis, Bahasa Jerman, dan Bahasa Rusia.
Keputusan presiden sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia menganggap Brasil sama pentingnya dengan negara lain. Oleh karena itu, presiden telah memberikan petunjuk pada Menteri Pendidikan Tinggi (Mendikti) dan Menteri Pendidikan Dasar Menengah (Mendikdasmen), agar bahasa Portugis mulai diajarkan di sekolah.
Fajar Riza Ul Haq Wamendikdasmen menerangkan, saat ini Kemendikdasmen sedang melakukan pengkajian terhadap penerapan Bahasa Portugis di sekolah. Hal ini dilakukan untuk memastikan arah kebijakan yang tepat, sebelum kurikulum ini diterapkan secara nasional.
Selain karena Bahasa Portugis memiliki potensi strategis sebagai salah satu bahasa pengantar dalam percakapan internasional dan perdagangan global, Fajar menilai faktor sejarah dan kultur juga turut menghubungkan.
Lalu, menurut Anda, kalau Bahasa Portugis dimasukkan dalam kurikulum, apakah wajib atau hanya pilihan?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (6/11/2025), mayoritas masyarakat setuju Bahasa Portugis hanya sebagai kurikulum pilihan saja, bukan wajib.
Berdasar data dari pendengar Radio Suara Surabaya yang bergabung melalui telepon dan pesan WhatsApp, sebanyak 96 persen pendengar setuju setuju Bahasa Portugis hanya sebagai kurikulum pilihan saja. Sedangkan 4 persen sisanya, memilih wajib.
Kemudian data dari Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 87 persen setuju setuju Bahasa Portugis hanya sebagai kurikulum pilihan saja. Sedangkan 13 persen sisanya, memilih wajib.
Mengenai wacana memasukkan Bahasa Portugis dalam kurikulum sekolah, Dr. Maria Mintowati Dosen Prodi S-3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menerangkan bahwa tidak semua keputusan pemerintah harus diwujudkan. Terlebih jika tidak memenuhi banyak aspek.
“Saya sebagai orang yang berkecimpung di bidang bahasa, keputusan pemerintah tidak serta-merta harus segera diwujudkan. Perlu kajian mendalam dan analisis kebutuhan. Apakah siswa punya peluang kerja setelah belajar bahasa itu,” katanya, saat onair dalam Radio Suara Surabaya, Kamis (6/11/2025).
Selain peluang kerja siswa, Maria menjelaskan belum banyak guru yang bisa mengajar Bahasa Portugis. Bahkan, saat ini Indonesia baru memiliki lima orang guru dengan latar belakang pendidikan S-1.
Menurut Maria, jika kurikulum Bahasa Portugis tetap akan diterapkan oleh pemerintah, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam dan cermat.
“Karena nanti dari hasil kajian itu akan menjadi bahan laporan ke Prabowo Presiden. Soal kekurangan dan kelebihan. Mana yang lebih kuat, apakah lebih banyak kekurangannya? Hasil-hasil kajian itu akan berpengaruh pada keputusan selanjutnya. Apakah perintah akan melanjut atau mencabut wacana itu,” ungkapnya.
Jika dalam proses pengkajian, lanjut Maria, ditemui banyak kekurangan untuk melaksanakan kurikululm Bahasa Portugis, maka tidak perlu dipaksakan.
“Daripada dalam proses pelaksanaannya justru terseok-seok, kualitas tidak bagus, masa depan siswa juga tidak terjamin,” tambahnya.
Maria menerangkan, jika wacana ini hanya karena hubungan diplomatik antarnegara, seharusnya tidak perlu sampai menjadikannya sebagai kurikulum pendidikan. Terlebih jika Brasil tidak menerapkan hal serupa di negaranya.
“Brasil seharusnya juga memiliki bahasa penutur untuk asing seperti, Indonesia. Atau Brasil juga bisa membuka diri dengan memasyarakatkan Bahasa Portugis dengan cara memberikan beasiswa, seperti yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan di Indonesia,” jelasnya.
Untuk mewujudkan kurikulum Bahasa Portugis, pemerintah melalui dua kementerian yakni, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, harus menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan sebuah pembelajaran seperti, guru, kurikulum, buku-buku, media, dan lain-lain, termasuk laboratorium bahasa.
Selain itu, Maria juga meminta agar pemerintah harus memikirkan dampak dan lain sebagainya.
“Pemerintah harus memikirkan bukan hanya menambah bahasa asing, tapi bagaimana ini bisa outputnya akan baik seperti, dari kualitas penuturnya. Jangan langsung uji coba jika belum siap, supaya anak-anak tidak menjadi, ‘korban’,” tutupnya.(kir/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
