Kamis, 22 Mei 2025

Wawasan Polling Suara Surabaya: Masyarakat Mendukung Proyek Penulisan Ulang Sejarah

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi buku sejarah. Foto: Istimewa

Belum lama ini Kementerian Kebudayaan Indonesia sedang mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah bersama 120-an sejarawan.

Alasan dilakukan penulisan ulang sejarah ini karena perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat Indonesia, juga banyak sejarawan yang menemukan fakta-fakta terbaru lainnya.

Sehingga, menurut Susanto Zuhdi Ketua Tim Penulis Ulang Sejarah Indonesia penting dilakukan penulisan ulang sejarah Indonesia.

Sementara di sisi lain, Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) di Komisi X DPR, Senin (19/5/2025) lalu, meminta agar proyek itu dihentikan sebelum melalui proses yang benar.

Marzuki Darusman Ketua AKSI mengatakan, narasi Fadli Zon Menteri Kebudayaan RI yang menyatakan bahwa proyek ini akan menghasilkan ”sejarah resmi Indonesia”, dinilai tidak tepat.

“Karena pengetahuan sejarah tidak bisa berasal dari satu sumber yang diklaim resmi atau satu-satunya,” terangnya.

Mengenai proyek penulisan ulang sejarah, masyarakat memberikan respon beragam. Ada yang mendukung, tapi tak sedikit yang menolak.

Menurut Anda, mendukung atau tidak dengan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (22/5/2025) pagi, masyarakat mayoritas mendukung proyek penulisan ulang sejarah Indonesia.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 64 persen yang terdiri dari 101 peserta polling menyatakan setuju dan mendukung proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Sedangkan, 36 persen lainnya atau 58 pemilih, mengaku tidak mendukung dengan beberapa alasan.

Kemudian, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 69 persen atau 163 orang menyatakan setuju dengan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Sedangkan 31 persen lainnya atau 73 orang menyatakan tidak setuju.

Mengenai hal itu, Adrian Perkasa sejarawan muda Indonesia yang saat ini tinggal di Leiden, Belanda, menyampaikan bahwa tidak ada urgensi khusus dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.

“Terutama di era serba penghematan ini, rasanya penulisan ulang sejarah Indonesia ini belum terlalu diperlukan,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya.

Tidak hanya itu, Adrian juga menyoroti tidak tepatnya penggunaan kata “penulisan ulang sejarah” dalam proyek yang digagas Kementerian Kebudayaan. Karena menurutnya, riset sejarah itu terus dilakukan oleh sejarawan hingga saat ini.

“Terlebih dalam waktu yang hanya dua bulan, karena rencananya sejarah baru itu akan dirilis bertepatan tanggal 17 Agustus. Kalau waktunya terlalu mepet, takutnya malah jadi seadanya,” tambahnya.

Alih-alih menulis ulang sejarah, Adrian menyarankan lebih baik Indonesia memiliki Rumah Sejarah yang terpusat dan bisa diakses oleh publik.

Sementara tulisan-tulisan yang ada dalam Rumah Sejarah itu akan ditulis oleh sejarawan, baik dari akademisi dan masyarakat lokal yang tersertifikasi.

Mengenai penulisan ulang sejarah, Adrian cenderung meragukan validitas dari hasil riset itu karena dilakukan dalam waktu yang sangat dekat.

“Karena menulis sejarah menulis sejarah butuh metodologi dan penajaman. Tapi kalau memang urgent dan harus ada pembaruan sejarah, menurut saya lebih baik membuat pusat sejarah nasional dari berbagai sumber, supaya tidak dianggap tafsir tunggal,” tandasnya.(kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Surabaya
Kamis, 22 Mei 2025
30o
Kurs