Senin, 29 Desember 2025

Hanya dua Pasang, Pilpres 2014 Rawan Gugatan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Yusril Ihza Mahendra pakar hukum tata negara mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi (MK) kabulkan permohonan uji materi UU Pilpres, maka keruwetan pilpres tak akan terjadi.

“Persoalan konstitusionalitas Pilpres tidak akan serumit sekarang. Pilpres menjadi lebih sederhana, karena setiap partai politik (parpol) atau gabungan parpol perserta Pileg boleh mengajukan pasangan calon presiden atau calon wakil presiden,” kata Yusril, Rabu (11/6/2014).

Menurut dia, kalaupun ada koalisi maka bisa lebih murni karena masing-masing parpol belum tahu perolehan suaranya karena capres juga akan bisa diajukan sebelum pileg.

“Koalisi takkan serumit dan tergesa-gesa seolah “kawin paksa” seperti sekarang ini,” kata dia.

Menurut Yusril, koalisi model sekarang ini berisiko tingggi dan berpotensi konflik antara Presiden dan Wakil Presiden, juga antara menteri dengan Presiden.

Akibatnya, pemerintahan juga tak akan efektif sehingga hanya akan merugikan masyarakat.

“Sayang, MK menolak permohonan saya. MK bilang mereka tidak berwenang menafsirkan Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang saya mohon.” Jelasnya.

Dia melihat, persoalan kini semakin rumit karena calon hanya dua. Padahal di pasal 6 ayat 3 dan 4 UUD 1945, kalau pasangan hanya dua maka berlakukah norma yang diatur dalam Pasal 6 ayat 3 bahwa pemenang harus menang minimal 20 persen di 1/2 provinsi. Atau juga bisa langsung diberlakukan pasal 6 ayat 4 yaitu pasangan tadi langsung jadi pemenang asal memperoleh suara terbanyak?

Yusril menilai, kelihatannya Pasal 6 ayat 3 mengasumsikan jumlah pasangan adalah lebih dari dua. Tidak mengantisipasi kalau pasangan hanya 2. Kalau saja MK mengabulkan permohonannya, persoalan konstitusionalitas Pilpres 2014 terkait pasal 6 ayat 3 dan 4 tidak akan ada, sebab jumlah pasangan capres cawapres pasti akan lebih dari dua pasangan seperti sekarang.

Kini kedua pasangan saling berhadapan menghadapi Pilpres 9 Juli, sementara pasal 6 ayat 3 dan 4 masih jadi perdebatan. Kalau tafsir atas pasal 6 ayat 3 dan 4 ini belum clear (jelas), potensi risiko “rame” di Pilpres 2014 bisa saja terjadi. Kini siapa yang berwenang menafsirkan ketentuan Pasal 6 ayat 3 dan 4 UUD 1945 tersebut? Para Akademisi? Atau Politisi? Atau kedua pasangan?

Menurut Yusril, semua boleh saja menafsirkan, tapi tafsir mereka akan sesuai bidangnya, tidak mengikat siapapun. Harusnya MK yang menafsirkan, karena mereka punya otoritas.

“MK kan bilang mereka penafsir tunggal konstitusi. Tapi, jangan lupa, MK menolak permohonan saya untuk menafsirkan Pasal 6 ayat 2 dengan alasan tidak berwenang, seperi saya katakan tadi. Maka saya, yang netral dan tidak mau ikut-ikutan dukung mendukung salah satu pasangan dalam Pilpres 2014 ini tinggal tersenyum saja melihatnya.” kata Yusril.

Yusril menyarankan, sebaiknya dua capres, Prabowo dan Jokowi menyelesaikan masalah ini, karena kedua calon presiden dan pemimpin Indonesia.

“Mari kita lihat bagaimana keduanya menyelesaikan persoalan ini sebelum mereka menyelesaikan persoalan rakyat, bangsa dan negara ini.” pungkasnya.(faz/fik)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Senin, 29 Desember 2025
28o
Kurs