Kamis, 25 September 2025

Pakar Dorong Pembahasan Paket Politik untuk Perkuat Demokrasi Indonesia

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ahmad Khoirul Umam, Dosen Ilmu Politik sekaligus Managing Director PPPI dalam diskusi publik yang digelar oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Universitas Paramadina, pada Rabu (24/9/2025). Foto: istimewa

Upaya untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan memperkuat arsitektur politik nasional kembali mengemuka dalam diskusi publik yang digelar oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Universitas Paramadina, pada Rabu (24/9/2025).

Dalam forum tersebut, sejumlah pakar menegaskan pentingnya segera membahas paket politik secara menyeluruh agar arah reformasi politik di Indonesia tidak terjebak pada praktik-praktik yang kontraproduktif.

Ahmad Khoirul Umam, Dosen Ilmu Politik sekaligus Managing Director PPPI, menyampaikan bahwa meski kualitas demokrasi Indonesia belum tergolong buruk berdasarkan indikator seperti Democracy Index, Corruption Perceptions Index (CPI), dan capaian Sustainable Development Goals (SDGs), namun sejumlah perbaikan mendesak perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan yang signifikan.

“Reformasi dalam sistem politik dan pemilu harus segera dimulai. Jangan sampai publik kembali terkejut oleh munculnya aturan-aturan dadakan yang tidak mendukung partisipasi bermakna,” ujar Umam, lulusan School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia itu.

Ia menekankan bahwa terdapat banyak aspek regulasi yang perlu dibahas, mulai dari ambang batas pencalonan (presidential dan parliamentary threshold), model sistem proporsional dalam pemilu, hingga upaya penyederhanaan partai politik lewat pengurangan district magnitude.

Di samping itu, ia juga menyoroti perlunya reformasi dalam metode konversi suara ke kursi yang saat ini masih menggunakan sistem Sainte Lague serta pengetatan terhadap praktik politik transaksional, vote buying, dan penyalahgunaan aparat serta instrumen negara.

Umam juga menambahkan pentingnya peningkatan teknologi dalam proses digitalisasi dan rekapitulasi hasil pemilu, serta evaluasi terhadap prinsip keserentakan pemilu.

“Jika kita menunda pembahasan, kita berisiko kehilangan momentum untuk membangun fondasi demokrasi yang sehat dan inklusif,” tegasnya.

Senada dengan Umam, Titi Anggraini, Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia, juga menyampaikan keprihatinannya atas kondisi sistem politik saat ini. Ia menilai bahwa fungsi representasi dalam sistem politik kian memudar dan menjauh dari rakyat.

“Gerakan sosial yang terjadi akhir Agustus lalu menunjukkan adanya keresahan masyarakat terhadap kinerja wakil rakyat yang dinilai makin jauh dari substansi dan kebutuhan publik,” jelas Titi.

Ia menekankan bahwa pembahasan Undang-Undang Paket Politik yang meliputi revisi UU Pemilu, UU Pilkada, serta RUU Partai Politik seharusnya dimulai sejak awal 2026, mengingat ketiga regulasi tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

“Namun hingga kini, belum tampak langkah konkret untuk memulai pembahasan. Padahal, ini sangat krusial untuk mencegah krisis kepercayaan terhadap sistem politik,” tutup Titi.(faz/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Kamis, 25 September 2025
29o
Kurs