Sabtu, 10 Mei 2025

Bersihkan Diri dari Sifat Buruk, Ratusan Umat Hindu Ikuti Upacara Mepandes

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Upacara Mepandes atau potong gigi Umat Hindu di Surabaya diikuti ratusan orang di Pura Jagat Karana Surabaya, Minggu (8/7/2018). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Ratusan Umat Hindu di Surabaya mengikuti Upacara Mepandes atau potong gigi massal yang digelar di Pura Agung Jagat Karana Surabaya, Minggu (8/7/2018). Upacara itu diikuti 111 Umat Hindu dari berbagai wilayah, mulai dari Surabaya, Tuban, Batam, Jakarta hingga Bali.

I Made Wisana selaku ketua pelaksanaan upacara mengatakan, upacara manusia yadnya mepandes (potong gigi) merupakan tradisi agama hindu di Bali yang wajib dilakukan seorang anak saat menginjak usia remaja maupun sudah dewasa.

Upacara mepandes atau istilah lainnya metatah atau mesangih, kata dia, adalah upacara yang bermakna menemukan hakekat manusia sejati yang terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu atau enam sifat buruk dalam diri manusia.

Enam sifat buruk itu diantaranya nafsu (kama), keserakahan (lobha), kemarahan (krodha), mabuk atau kegila-gilaan (mada), angkuh (moha), dan iri dengki (matsarya).

“Bila seorang anak sudah beranjak dewasa wajib mengikuti upacara ini. Bisa juga diartikan sebagai pembayaran hutang oleh orang tua ke anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam sifat buruk dari diri manusia,” kata I Made Wisana.

Dari enam sifat buruk itulah, kata dia, upacara potong gigi dilakukan dengan cara memotong atau mengasah enam buah gigi. Dua gigi taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas.

Adapun umur yang dianjurkan untuk mengikuti upacara tersebut, yaitu untuk perempuan setelah mengalami menstruasi yang pertama. Sedangkan untuk laki-laki setelah mengalami perubahan suara atau akil balig.

“Harapannya, setelah mengikuti upacara itu, bisa menjadi orang yang perilakunya dewasa dan bijaksana. Ciri-ciri bisa dijadikan landasan awal bahwa si anak sudah siap untuk ikut metatah. Tetapi tidak diharuskan pada saat itu juga, karena harus ditunjang dari kesiapan finansial. Kalau pun usianya sudah dewasa, juga tidak apa-apa,” jelasnya.

Seseorang yang belum melaksanakan upacara itu, kata dia, dalam agama hindu dianggap belum dewasa atau masih terjerat 6 sifat buruk. Upacara itu wajib dilakukan. Tradisi itu tetap dilaksanakan, meskipun seseorang keadaannya sudah meninggal dunia dan diketahui belum melaksanakan potong gigi.

“Potong gigi di sini jangan dibayangkan memotong separuh gigi. Yang dipotong hanya sedikit, dan itupun hanya gigi taring dan gigi seri tidak semua gigi untuk menghilangkan sifat-sifat buruk dari setiap pribadi. Meskipun sudah meninggal, tetap dilakukan,”ujarnya.

Pelaksanaan potong gigi itu, juga diarahkan oleh dua dokter gigi untuk memastikan peralatan yang digunakan bersih, kesehatannya terjamin dan prosedur yang dilakukan juga aman. Biasanya, upacara potong gigi ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali di Surabaya.

Dibandingkan upacara sebelumnya, jumlah peserta tahun ini meningkat dari sebelumnya yaitu hanya 108 peserta. “Jumlahnya meningkat. Kalau dulu tidak ada dokter, sekarang ada dua dokter gigi yang ikut mengawasi dan mengarahkan. Dokter spesialis giginya dari keluarga pura sendiri,” kata dia.

Sementara itu, Ni Made Yuni Ismawardani (24) warga Surabaya, mengaku senang setelah melaksanakan potong gigi. “Pertama kali seumur hidup, ya sempat deg-degan. Tapi senang karena kewajiban dari orang tua sudah lepas dan menjadi manusia sepenuhnya. Ya semoga nanti lebih baik dan lebih dewasa lagi,” kata dia. (ang/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

Surabaya
Sabtu, 10 Mei 2025
33o
Kurs