Senin, 20 Mei 2024

Dokter Ingatkan Pentingnya Pemeriksaan Pendengaran Bayi

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Rosydiah Rahmawati, Dokter Spesialis THT Bedah Kepala Leher di RS Mitra Keluarga saat memberi paparan di acara Family Gathering Sahabat Kasoem se-Jawa Timur, Minggu (19/6/2022). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Semua orang tua pasti menginginkan bayinya lahir normal. Tetapi, kalau pun harus mengalami gangguan pendengaran, yang orang tua bisa lakukan adalah segera mengatasinya. Screening setelah kelahiran bayi, penting dilakukan sebagai langkah awal.

Rosydiah Rahmawati, Dokter Spesialis THT Bedah Kepala Leher di RS Mitra Keluarga mengatakan, screening penting dilakukan pada bayi berusia kurang dari satu bulan. Itu, untuk mengetahui apakah bayi terlahir normal atau mengalami gangguan pendengaran.

Seringkali orang tua terlambat mengetahui gangguan pendengaran sang anak, yang sebenarnya bisa dicurigai dari cara anak merespons suara. Seperti bayi yang tidak kaget ketika mendengar suara keras, hanya merespons yang dilihat tapi tidak dengan yang didengar, usia setahun dan belum berbicara, pengucapan yang tidak jelas, dan kemampuan bicara tidak berkembang sesuai usia.

“Karena nanti saat usia kurang dari tiga bulan harus assessment dulu agar tahu jenis gangguan pendengarannya apa. Kemudian usia kurang jadi enam bulan sudah harus intervensi menggunakan alat bantu dengar dan terapi bicara, hingga diperlukan koklea implan,” kata dr. Rosydiah saat ditemui suarasurabaya.net usai acara Family Gathering Sahabat Kasoem se-Jawa Timur, Minggu (19/6/2022) siang.

Lima besar penyebab gangguan pendengaran yang bisa dikendalikan. Di antaranya tuli kongenital, infeksi telinga tengah, akibat bising, tuli orang tua, dan kotoran telinga.

“Yang tidak bisa sembuh itu tuli kongenital tapi bisa direhabilitasi pakai alat bantu sampai implan dan seperti bisa mendengar seperti orang normal (pakai alat implan),” tambahnya.

Infeksi telinga tengah, lanjut dr. Rosydiah bisa terjadi karena gejala sederhana seperti batuk pilek yang dibiarkan hingga lebih dari satu minggu. dr. Rosy mengimbau orang tua lebih perhatian terutama pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Jika tidak, akibatnya akan fatal hingga gendang telinga berlubang.

“Selain itu kalau gejala akibat bising, bisa disebabkan karena kebiasaan memakai headset. Tipsnya adalah 60 persen, 60 menit. Artinya jika volume maksimal 10, maka putar di angka 6 saja dan 60 menit harus berhenti untuk istirahat. Jika tidak, maka akan mengenai telinga bagian dalam, saraf pendengarannya terganggu. Itu akan lelah ketika dikasih suara terus-menerus,” jelas dr. Rosydiah.

Dalam diskusi, Yeni, warga Malang juga datang bersama Tyo, anaknya yang berusia 8 tahun. Untuk bisa mendengar seperti orang normal, Tyo menggunakan alat bantu dengar yang ditempelkan di kepala bagian belakang telinga.

“Sudah pasang mulai 3 tahun. Hasil tesnya, telinga kanan 105 db, kiri 103 db, jadi suara pesawat terbang baru dengar,” ujar Yeni.

Diskusi mengenai gangguan pendengaran yang diadakan oleh Kasoem Hearing Center itu sebagai bentuk saling mendukung sesama keluarga yang memiliki anak dengan gangguan dengar. Dihadiri 31 anak yang memiliki gangguan dengar dari berbagai wilayah di Jawa Timur, datang bersama keluarganya.

“One Stop Solutions for All Hearing Problem bukan hanya tagline. Kita berkomitmen mendampingi pasien dari memilih alat bantu dengar, implan koklea, hingga terapi auditory verbal therapy (AVT),” ujar Trista Mutia Kasoem Deputy Chief Executive Officer Kasoem Group. (lta/iss)

 

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya
Kurs
Exit mobile version