
Film Netflix berjudul The Tinder Swindler ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Film ini menceritakan aksi nyata penipuan seorang laki-laki bernama Simon Leviev alias Shimon Hayut kepada beberapa perempuan yang ditemuinya di aplikasi kencan online Tinder.
Simon diperkirakan berhasil mendapatkan uang sebanyak USD10 juta atau Rp144 miliar dari aksinya ini.
Dr. Rahkman Ardi, M.Psych, Dosen Cyber Psychology Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai semua aplikasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan manusia memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhannya.
“Tidak hanya aplikasi makan, perjodohan pun ditujukan untuk memenuhi dorongan manusia untuk mendapat kebutuhannya, termasuk pasangan,” kata Ardi saat dihubungi Radio Suara Surabaya, Kamis (10/2/2022).
Teknologi, menurut Ardi selalu punya dua sisi yaitu negatif dan positif. Namun ada sisi lain teknologi yang tidak terduga, yaitu kecepatanya membuat manusia tidak bisa merekfleksikan dirinya sudah baik atau belum.
Dia pun meminta agar pengguna aplikasi kencan online untuk waspada, karena kebutuhan yang dipenuhi oleh pengguna adalah imajinasi semata.
“Dalam relasi, persoalanya bukan pada kecepatan dan anonimitas platform itu sendiri. Anonim bukan selalu identitas tapi bisa visual. Contohnya, ketika gak ketemu orangnya langsung kita mendadak jadi romantis, bisa memunculkan alter identity lain. Pengguna yang serius menggunakan ini mesti memahami apa yang dipikirkan orang tersebut juga karena yang dimanjakan imajinasi,” terangnya.
Itulah mengapa hubungan yang tercipta melalui aplikasi online menurutnya rentan, karena butuh proses terlebih dulu.
“Suatu hal yang tanpa proses cukup adekuat, kemudian ketika kita memberikan infromasi pribadi jadinya problematik. Jangan pernah lakukan hal yang sifatnya sensitif sebelum bertemu dengan orangnya,” ujar Arif.
Bahkan ketika sudah bertemu dengan kandidat pasangan ini pun, pengguna tersebut mesti sadar tidak ada sesuatu yang instan dalam membangun sebuah hubungan.
Pengguna, saat menggunakan aplikasi kencan online ini pun harus mengetahui tujuan saat menggunakannya. Karena menurut penelitian di berbagai negara, motif laki-laki dan perempuan dalam menggunakan aplikasi kencan online berbeda. Menurut Ardi, perempuan cenderung mencari long term relationship, laki-laki sebaliknya, short term relationship.
“Kita mesti tahu tujuannya apa, misal mau cari pasangan yang long term relationship. Masalahnya apakah orang yaang jadi kandidat pasangan benar-benar orang yang bisa diajak komitmen jangka panjang. Nggak cukup hanya ketemu sekali,” pungkasnya.(dfn/ipg)