Rabu, 19 November 2025

Imunolog Ingatkan Ketergantungan Zat Ilegal Awalnya Bisa Dimulai yang Legal

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi menghancurkan rokok. Foto: Medical News Today

Imunolog mengingatkan bahwa ketergantungan zat bisa bermula dari hal yang dianggap “legal” seperti rokok, sebelum akhirnya berujung pada penyalahgunaan zat berbahaya ilegal seperti narkoba.

Hal ini disampaikan oleh dr. Ari Baskoro Spesialis Penyakit Dalam dan Imunolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Menurutnya, banyak orang yang berjuang keras untuk berhenti merokok, namun sulit terbebas dari perangkap adiksi nikotin.

“Meski sudah berupaya keras menyingkirkan kebiasaan buruknya, ternyata tidak mudah lolos dari adiksi nikotin. Motivasi yang luar biasa besar sangat dibutuhkan agar terbebas dari jerat ketergantungan,” kata dr. Ari dalam catatannya, Sabtu (1/11/2025).

Ia menjelaskan, gejala yang sering muncul pada perokok yang mencoba berhenti antara lain yakni gelisah, mudah marah, sulit tidur, pusing, hingga kehilangan fokus.

Bahkan dalam beberapa kasus, kata dr. Ari, muncul perasaan cemas dan sedih yang disebutnya gejala yang menandakan sindrom “putus zat” atau sakau.

“Anehnya, dengan menghisap sebatang rokok, semua keluhan menjadi lenyap. Semua gambaran tadi menunjukkan gejala putus zat,” jelasnya.

Imunolog Unair itu mengatakan, di dalam rokok terdapat sekitar tiga ribu senyawa, dan nikotin adalah zat yang paling kuat menimbulkan efek adiksi.

Nikotin bekerja dengan menstimulasi reseptor saraf di otak yang memicu pelepasan dopamin, hormon yang menimbulkan rasa senang, gembira, dan percaya diri.

“Dopamin juga mengaktifkan ‘rewards pathway’. Artinya, penggunanya akan terus berkeinginan untuk mencari dan menikmati nikotin melalui rokok. Dampaknya, ketergantungan fisik dan psikis tak terhindarkan lagi,” ungkapnya.

Namun, ia menegaskan bahwa proses adiksi biasanya baru berhenti ketika muncul penyakit berat seperti serangan jantung, stroke, atau kanker paru.

Vape Tak Lebih Aman dari Rokok Konvensional

dr. Ari juga menyoroti fenomena peralihan dari rokok konvensional ke rokok elektrik atau vape, yang semula dianggap sebagai alternatif lebih aman. Ia menyebut, berdasarkan riset, anggapan tersebut keliru.

Ia menjelaskan bahwa beberapa negara, termasuk Singapura, menggolongkan vape sebagai produk ilegal. Selain nikotin cair, vape juga mengandung pelarut kimia seperti propilen glikol, dieter glikol, dan gliserin. Ketika dipanaskan, campuran ini dapat menghasilkan nitrosamin, zat karsinogen pemicu kanker.

Selain itu, vape dengan berbagai varian rasa seperti vanila, mentega, dan kelapa mengandung perisa kimia diasetil yang bisa menimbulkan peradangan kronis saluran napas dan menyebabkan “paru popcorn” atau bronkiolitis obliterans.

“Gejalanya berupa batuk kronik, mengi, dan sesak napas. Gagal napas menjadi risiko terburuk,” tulis dr. Ari.

Ia juga mengingatkan bahwa kini ada tren berbahaya di mana cairan vape dicampur etomidate dan ketamin, dua obat anestesi yang disalahgunakan untuk menimbulkan efek nge-fly.

“Khususnya di Hongkong, etomidate dikenal dengan nama sandi ‘minyak luar angkasa’, sedangkan ketamin diberi kode ‘special K’. Efek adiksinya ditandai dengan semakin tingginya dosis yang dibutuhkan untuk mencapai efek ‘fly’ yang sama,” terangnya.

Gejala sakau akibat penyalahgunaan kedua zat tersebut, lanjutnya, meliputi kecemasan, tremor, keringat berlebih, dan peningkatan detak jantung.

Rokok, Judi Online, dan Narkoba: Mekanisme Adiksi Serupa

Dalam catatannya, dr. Ari juga menyinggung keterkaitan antara rokok, judi online (judol), dan narkoba yang memiliki mekanisme adiksi serupa, melibatkan dopamin dan sistem rewards pathway di otak.

Ketika seseorang terjerat judol atau narkoba, menurut dr. Ari bukan perkara mudah untuk menghentikannya. Gejala ketergantungannya bisa berupa mudah lelah, sulit tidur, perubahan suasana hati, tidak bertanggung jawab pada keluarga, pekerjaan, dan masa depan.

Ia menilai, maraknya judol dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia seharusnya menjadi perhatian serius, sebab data menunjukkan adanya irisan antara perokok, pemain judi online, dan pengguna narkoba.

“Disinyalir, perokok menjadi pintu masuknya penyalahgunaan narkoba. Mayoritas individu dengan penyalahgunaan narkoba memiliki riwayat sebagai perokok,” ungkap dr. Ari.

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa terapi bagi penyalahguna narkoba sebaiknya dilakukan bersamaan dengan upaya berhenti merokok. Jika tidak, pengobatannya akan jauh lebih sulit.

“Relasi serupa juga signifikan antara perokok dan judol. Status sebagai perokok aktif memiliki nilai prediksi positif berisiko sebagai penjudi dan mengalami problem kejiwaan yang lebih berat,” tambahnya.

Terakhir, dr. Ari menilai perlu adanya kesadaran kolektif untuk menindak tegas berbagai bentuk adiksi, baik yang bersumber dari zat legal seperti rokok maupun yang ilegal seperti narkoba.

“Berantas narkoba dan judol! Semoga perintah tegas Prabowo Presiden pada Kapolri itu, perlu dipahami dan dukung bersama,” pungkas dr. Ari. (bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Rabu, 19 November 2025
26o
Kurs