
Para pedagang buku di Kampung Ilmu Surabaya masih bertahan menjaga keberadaan pasar buku yang menjadi pusat literasi kota ini. Salah satunya adalah Lilis Puji Lestari, yang sudah berjualan di kawasan tersebut sejak tahun 2000.
“Sudah 25 tahun saya berjualan di sini,” kata Lilis saat ditemui di lapaknya, Jumat (16/10/2025).
Menurutnya, minat baca masyarakat, terutama generasi muda, terus menurun dari tahun ke tahun.
“Sekarang generasi muda kurang minat baca. Dulu sebelum corona (pandemi, red) ramai yang datang langsung, setelah corona justru ramainya di online,” ujarnya.
Meski penjualan daring kini lebih ramai, Lilis tetap membuka lapaknya untuk melayani pelanggannya yang masih lebih suka membeli buku secara langsung.
“Masih banyak pelanggan yang datang langsung. Biasanya mereka jual lagi ke toko lain, jadi saya tetap buka untuk mempertahankan langganan,” tambahnya.
Selain menjual buku baru, Lilis juga membeli buku bekas dari masyarakat untuk dijual kembali. Sistem itu membuat perputaran buku tetap berjalan di kawasan yang dikenal sebagai pusat buku Surabaya ini.
“Kalau ada yang mau jual buku, saya beli. Nanti kalau ada yang butuh, ambilnya dari sini,” jelasnya.
Sementara itu, Laila Rahmadhani, pedagang lain di Kampung Ilmu, mengaku penjualannya didominasi oleh buku-buku sastra dan hiburan ringan seperti novel klasik, thriller, hingga buku petualangan.
“Buku yang saya jual kebanyakan novel bahasa Inggris, novel klasik, atau thriller. Pembelinya banyak dari kalangan mahasiswa, anak SMA, dan masyarakat umum yang masih gemar membaca,” ujar Laila.
Menurut Laila, penjualan buku kini juga lebih banyak dilakukan secara daring. “Kalau sekarang, lebih banyak lakunya di online, soalnya kalau offline sudah agak sepi,” katanya.
Di sisi lain, Muchran Akmal Raykhan, siswa SMAN 5 Surabaya sekaligus pengunjung setia Kampung Ilmu ini, mengaku masih sering berkunjung ke sana untuk mencari bacaan favoritnya.
“Saya sangat sering ke sini, suasananya bagus walau agak sepi,” ujarnya.
Muchran mengatakan dirinya lebih suka membeli buku langsung dibanding lewat online. Menurutnya, ada kesenangan tersendiri saat menemukan buku yang dicari di antara banyak tumpukan.
“Rasanya ada feel tersendiri dalam mengais-ngais tumpukan buku. Kadang bisa nemu buku langka yang sudah susah dicari di tempat lain, yang tentunya harganya lebih terjangkau di sini,” pungkasnya.