Kamis, 1 Mei 2025

Kanker Hati Ancam Usia Muda, Dokter Soroti Pola Makan dan Gaya Hidup

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Ilustrasi mengatur pola makan. Foto: Unsplash

Kasus kanker hati tengah melonjak tajam di wilayah India Selatan, bahkan kini mulai mengancam anak-anak.

Para ahli memperingatkan bahwa penyakit kanker tidak hanya menyerang usia lanjut, tapi juga bisa terjadi pada usia 20-an akibat pola makan dan gaya hidup yang buruk.

Salah satu pemicunya yaitu konsumsi nasi olahan secara berlebihan.

Kanker Hati Jadi Ancaman Serius di Usia Muda

Dokter Praveen Kesav, Konsultan Senior dan Kepala Divisi Radiologi Intervensi di Rumah Sakit Gokulam, Trivandrum, menyebut bahwa penyakit hati berlemak, yang dulu hanya ditemukan pada orang dewasa, kini mulai menyerang anak usia lima hingga enam tahun.

“Jika tidak ada langkah pencegahan yang dilakukan sekarang, kita bisa melihat kasus kanker hati menyerang anak muda di usia 20 hingga 30 tahun. Ini bisa memaksa kita menghadapi kenyataan pahit: transplantasi hati di usia sangat muda,” ujar Dr. Praveen, dilansir Hindustan Times.

Makanan Olahan dan Gaya Hidup Buruk Jadi Biang Keladi

Dokter Jignesh Reddy, Radiolog Intervensi di AIG Hospital, Hyderabad, juga memperkuat peringatan ini. Menurutnya, konsumsi makanan olahan sejak usia dini berpotensi merusak fungsi hati secara perlahan tanpa disadari.

Di wilayah India Selatan, konsumsi nasi olahan yang tinggi, iklim yang lembap, dan pola makan tinggi fruktosa dinilai sebagai faktor pemicu utama meningkatnya penyakit hati metabolik—lebih tinggi dibanding wilayah India Utara yang lebih banyak mengonsumsi gandum dan millet.

“Kondisi seperti diabetes dan hipertensi kini berperan besar. Penyakit hati berlemak bahkan telah digolongkan sebagai *Metabolic Associated Liver Disease* atau MASH. Fokus kita seharusnya pada pencegahan, edukasi masyarakat, dan kebiasaan makan yang lebih sehat,” tegasnya.

Deteksi Dini Kunci Kesembuhan

Meski kanker hati tergolong mematikan karena sering terdeteksi di tahap lanjut, para ahli menegaskan bahwa penyakit ini sebenarnya bisa dicegah. Pemeriksaan rutin, gaya hidup sehat, dan teknologi pengobatan minimal invasif seperti ablasi dan Balloon TACE memberikan harapan untuk mengatasi epidemi ini.

Dr. Praveen menambahkan bahwa operasi atau transplantasi memang menjadi opsi pengobatan terbaik, namun hanya sebagian kecil pasien yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, deteksi dini dan perubahan gaya hidup menjadi langkah paling penting saat ini.(dra/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Kamis, 1 Mei 2025
27o
Kurs